JAKARTA - Kerugian negara akibat pelanggaran cukai rokok atau cukai ilegal pada 2011-2012 diperkirakan mencapai Rp412 miliar-Rp596 miliar atau sekira 0,52-0,75 persen dari target penerimaan cukai pada 2012. Target penerimaan pada 2012, dipatok pada Rp79 triliun.
"Survey pada 2012 menemukan pelanggaran cukai rokok sebanyak 8,47 persen atau naik 6,24 persen dibandingkan dengan 2010," ujar Ekonom Senior Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Elan Satriawan, dalam pemaparan ‘Survey Cukai Rokok Ilegal 2012 di Indonesia’ di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (26/9/2012).
Elan mengatakan, angka kerugian akibat cukai ilegal pada 2011-2012 lebih besar dibandingkan dengan 2010 yang mencapai Rp209 miliar-Rp307 miliar. Seperti pada 2010, penyumbang kerugian akibat cukai ilegal masih didominasi kelompok pabrikan tidak terdaftar. "Dari kelompok pabrikan tidak terdaftar yang dominan adalah golongan SKM (Sigaret, Kretek, dan Mesin)," katanya.
Padahal, Ekonom PSEKP lainnya Arti Adji menjelaskan dengan jumlah konsumen kelima terbesar di dunia, rokok mampu menjadi salah satu penyumbang penerimaan terbesar bagi Indonesia. Tiap tahun, penerimaan dari sektor tersebut juga terus meningkat.
Kendati demikian, Arti menambahkan, rokok dan produk tembakau merupakan salah satu komoditas yang rawan penggelapan pajak/cukai karena adanya peningkatan permintaan serta luasnya wilayah penyebaran rokok ilegal dan terbatasnya sumber daya untuk penegakan hukum. "Peningkatan penerimaan cukai karena adanya enforcement yang lebih baik dan peningkatan fitur pengaman cukai," katanya.
Kepala PSEKP A Tony Prasetiantono mengingatkan rokok merupakan komoditas yang kontroversial namun sangat penting bagi penerimaan negara. Berdasarkan data RAPBN 2013, selama periode 2007-2012, kontribusi cukai hasil tembakau pada keseluruhan penerimaan cukai mencapai 96,7 persen. "Seberapa pun target yang ditetapkan untuk cukai, selalu terpenuhi," pungkasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)