MEDAN - Tren kenaikan dolar Amerika Serikat (AS), sepertinya telah benar-benar efektif merontokkan harga emas. Tak tanggung-tanggung, penurunan harga emas ini membuat permintaan akan emas terus memudar.
Sejauh ini emas diperdagangkan di harga USD1.360-an per troy ons. Padahal, sebelumnya sempat menembus angka di atas USD1.400. Emas pada umumnya digunakan oleh investor sebagai wahana investasi guna menjadi lawan terhadap inflasi. Bila mengacu pada harga emas internasional, maka inflasi yang sering menjadi acuan adalah inflasi yang terjadi di Amerika Serikat.
Pengamat pasar keuangan Sumatera Utara, Gunawan Bendjamin mengatakan, potensi membaiknya dolar akan memicu tekanan terhadap harga emas. Namun di sisi lain membaiknya kinerja ekonomi AS akan membuat inflasi di negeri Paman Sam tersebut akan kembali menanjak, dan dapat memicu tercipta titik keseimbangan baru (equilibrium) harga emas itu sendiri.
Meski demikian, dengan tren inflasi AS yang belum bergerak naik masih di bawah dua persen per tahun akan menjadi sentimen negatif bagi pergerakan harga emas dalam waktu dekat. Sehingga para investor emas diperkirakan masih akan terus menurun, dan sulit bangkit dalam waktu dekat.
“Kalau dalam waktu dekat saya pikir sulit untuk pulih. Bagi investor yang melakukan investasi melalui bursa berjangka, tentunya mengalami kerugian yang cukup besar. Sehingga posisi wait and see atau hold (memegang barang) menjadi pilihan. Yang kita takutkan, kondisinya banyak juga investor yang melakukan cut loss (jual rugi), guna menghindari kerugian lebih dalam,” sebutnya pada Okezone, Rabu (19/6/2013).
Gunawan menambahkan, pemulihan harga emas secara internasional, akan sangat tergantung pada kebijakan bank sentral Amerika. Apakah akan melanjutkan atau mengurangi program stimulusnya.
“Kalau stimulus ini dilanjutkan, maka kemungkinan besar harga emas akan kembali naik, walaupun dalam rentang yang terbatas di bawah level USD1.430. Akan tetapi bila the Fed justru memilih mengurangi atau menghilangkan stimulus, maka harga emas kembali berpeluang terjungkal. Apalagi dalam prosesnya nanti, akan terjadi migrasi investor, dari emas ke efek atau saham. Ini tentunya akan memberikan tekanan lebih besar lagi pada harga emas,” tambahnya.
(Widi Agustian)