JAKARTA - PT Pertamina (Persero) berdasarkan audit BPK mengalami kerugian triliunan rupiah per tahun dalam proses produksi LPG. Ini membuat perusahaan migas nasional itu memutuskan untuk menaikkan harga LPG nonsubsidinya sebesar Rp1.000 per kg.
Keputusan tersebut diambil setelah terjadinya polemik dengan besaran kenaikan awalnya. Ketika sebuah BUMN harus menaikkan harga produk yang notabene bersentuhan langsung dengan hajat hidup rakyat. Namun di sisi lain, sebagai BUMN, Pertamina tidak diperbolehkan undang-undang.
Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan fakta bahwa Pertamina harus mempertimbangkan tingkatan harga di tangan masyarakat memang sudah seharusnya dilakukan. Namun di sisi lain pertamina juga harus melihat ketentuan lain dalam aturan yang berlaku tentang dividennya.
"BUMN boleh rugi nggak? Undang-undangnya bilang nggak boleh," ungkap Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di kantornya, Jakarta, Selasa (7/1/2014).
Dia menuturkan, besaran awal kenaikan awal LPG nonsubsidi merupakan amanah yang diberikan lembaga terkait untuk pertamina untuk ditindaklanjuti. "Makanya Pertamina bisa langsung naikkan (harga elpiji 12 kg)," katanya.
Bambang menyesalkan karena Menteri BUMN Dahlan Iskan dipersalahkan atas kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kg, karena jelas ini merupakan salah satu amanat undang-undang. "UU-nya dong jangan salahkan menterinya," tukasnya.(rez)
(Widi Agustian)