JAKARTA - Kementerian EDSM didesak untuk menjelaskan biaya Lifting, Refinery, and Transportation (LRT) minyak bumi yang dinilai salah perhitungan.
Karenannya, dalam situs resminya Kementerian ESDM, Kamis (29/3/2012), memaparkan perhitungan pembelian minyak serta penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh Pertamina beserta subsidinya.
Benarkah LRT mencapai USD10 per barel?
Pernyataan tersebut SALAH, biaya LRT saat ini mencapai USD24.1 per barel atau setara dengan Rp 1.364 per liter. Angka tersebut berasal dari biaya pengolahan sebesar USD12.8 per barel, serta biaya transportasi dan distribusi USD11.3 per barel.
Kenapa Pertamina harus membayar harga ICP padahal minyak milik rakyat sehingga harusnya gratis?
Minyak bagian negara sebesar 586 ribu barel per hari merupakan sumber penerimaan APBN dengan harga ICP. Kebutuhan konsumsi BBM nasional tahun 2012 direncanakan sebesar 1,4 juta bph sehingga masih dibutuhkan impor sebesar 802 ribu barel per hari (265 ribu bph dengan harga ICP dan 537 ribu bph BBM dengan harga MOPS).
Sementara itu, biaya pengolahan dan distribusi (LRT) untuk mengolah 1.4 juta barel minyak adalah USD24,1 per barel. Sehingga Pertamina harus membayar minyak mentah sesuai dengan ICP.
Kenapa Pertamina harus menjual BBM dengan harga keekonomian (sebesar di atas Rp 8.000/liter)?
Harga dasar BBM dari minyak mentah (berdasarkan ICP USD105/bbl) sebesar Rp 5.943/L.Biaya LRT (USD24.1/bbl) ekivalen dengan Rp 1394/L. Pajak dan lain-lain sebesar 15% sehingga harga keekonomian BBM sebesar Rp 8.400/L.
Berapa subsidi BBM yang harus disediakan?
Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500/L, sedangkan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400/L, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900/L.
Usulan RAPBNP 2012, harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500/L menjadi Rp 6.000/L. Dengan kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000/L, besaran subsidi BBM masih sebesar Rp 2.400/L.
(Martin Bagya Kertiyasa)