JAKARTA - Wasekjen PD Ramadhan Pohan menilai tak sepatutnya gebrakan yang dilakukan Menteri BUMN Dahlan Iskan diinterplasi oleh DPR. Sebab, menurut dia, gebrakan Dahlan merupakan cara-cara agar birokrasi tidak bertele-tele. Gaya yang dilakukan Dahlan mendapat apresiasi dari masyarakat.
"Dahlan itu middle class darling. Publik dan kelas menengah suka gaya, karakter dan pola pikir Dahlan. Sebab ia lugas, apa adanya, enggak bertele-tele, anti birokrasi panjang, result oriented, antimewah, sedikit bicara banyak kerja, dan lain-lain," kata Ramadhan kepada wartawan saat ditelepon, Senin (16/4/2012).
Memang, kata anggota Komisi I DPR ini, terobosan Dahlan tidak mendapat dukungan dari banyak kalangan karena lebih banyak dipolitisir. Tentunya hal itu menjadi tantangan tersendiri. Bagi dia, partainya mendukung apa yang dilakukan Dahlan terkait reformasi biroksasi di Kementerian BUMN.
"Kami di Demokrat, karena beliau membantu presiden, tentu kami dukung. Tapi, para politisi di parpol-parpol lain, banyak yang gerah. Ya, maklum sajalah," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima menyayangkan media massa yang memberitakan seolah-olah usul hak interpelasi DPR terkait SK Menteri BUMN Nomor 236/2011 ditujukan kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan. Salah pengertian ini sempat memancing komentar beberapa pengamat yang menyatakan DPR tidak bisa menginterpelasi menteri.
"Interpelasi ini ditujukan kepada pemerintah. Bukan kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan. Ini mirip kasus angket Bank Century. Pembuat kebijakan ketika itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tetapi bukan berarti DPR mengajukan hak angket kepada menteri keuangan," kata Aria Bima.
Ihwal materi interpelasi yang terfokus kepada SK Menteri BUMN Dahlan Iskan, Aria Bima menjelaskan, hal itu tidak masalah. Karena menteri, sebagai pembantu presiden, adalah pejabat negara atau pelaksana kebijakan pemerintah.
Aria Bima menjelaskan, Komisi VI DPR sebelumnya sudah dua kali melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan pemerintah yang diwakili Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk membahas masalah ini. Namun, kesimpulan Raker yang merekomendasikan dicabutnya SK Menteri BUMN No. 236/MBU/2011 diabaikan pemerintah.
“Karena itu ditempuh usul hak interpelasi. Karena kebijakan pemerintah, seperti tertuang dalam SK Menteri BUMN No. 236/MBU/2011 tersebut, melanggar UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 19/2003 tentang BUMN, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, dan UU No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD,” katanya.
Menurut Aria Bima, pengajuan usul hak interpelasi DPR ini sudah sesuai dengan Pasal 20A UUD 1945 ayat (1), bahwa salah satu fungsi DPR adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
(Widi Agustian)