JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menjalin kerjasama dengan perusahaan migas asal Timur Leste Timor Gas E Petroleum. Kedua negara sepakat mengembangkan bisnis bersama di sektor minyak dan gas bumi di Timor Leste.
Nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan dan President & CEO Timor Gas E Petroleo Francisco da Costa Monteiro di Jakarta, hari ini.
Kedua negara sepakat merencanakan kerjasama antarkedua belah pihak yang mencakup keseluruhan sektor bisnis minyak dan gas bumi baik hulu, gas, pengolahan, pemasaran maupun untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Rencana kerjasama untuk sektor hulu dan pengolahan akan bersifat jangka panjang.
"Di sektor pemasaran persiapan rencana kerjasama akan dituntaskan dalam waktu dekat. Beberapa hal yang segera ditindaklanjuti dalam kerjasama tersebut meliputi pembangunan SPBU, pasokan BBM untuk Timor Leste, dan peluang kerjasama di sektor hilir lainnya," ujar Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (15/6/2012)
Setelah penandatanganan MoU, direncanakan akan dilaksanakan studi bersama antara Pertamina dan Timor GAP dalam bentuk working group terkait rencana kerjasama bisnis yang akan dilakukan. Pertamina dan Timor GAP akan segera membentuk suatu badan kerjasama bisnis yang akan menjadi model contoh overseas business Pertamina.
"Pertamina saat ini merupakan market leader di Timor Leste, terutama untuk bisnis hilir seperti BBM retail dan industri, avtur, LPG, dan pelumas. Untuk itu, kami sangat berkeinginan untuk mempererat kerjasama antara Pertamina dan Timor GAP, yang dengan itu akan semakin memperkokoh keberadaan Pertamina di Timor Leste," tambah Karen.
Sebagai informasi, upaya Pertamina menggandeng Timor GAP dalam bisnis minyak dan gas bumi di Timor Leste, adalah bentuk kepatuhan perusahaan terhadap regulasi setempat yang menerapkan UU Downstream Democratic Republic of Timor Leste (RDTL) Decree Law No. 1/2012 pada 1 Februari 2012.
Melalui UU tersebut, diatur pelaku bisnis yang melaksanakan kegiatan usaha migas harus merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum RDTL. Selain itu, regulasi tersebut menetapkan kewajiban adanya participating interest oleh perusahaan lokal minimal lima persen. (gna)
(Rani Hardjanti)