JAKARTA - PT Metro Batavia, operator penerbangan Batavia Air sedikit bernafas lega sampai pukul 16.00 WIB. Pasalnya, untuk sementara International Lease Finance Corporation (ILFC), perusahaan sewa guna pesawat, mencabut gugatannya.
Untuk mengetahui apakah Batavia akan terbebas dari tuntutan pailit, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan memutuskan keputusan final pada pukul 16.00 WIB. Apakah perusahaan penerbangan tersebut kembali akan memenangkan gugatan pailitnya seperti yang dialaminya pada 2010 lalu?
Sekadar mengingatkan, berikut adalah kronologi menangnya Batavia melawan Lufthansa Technic AC yang juga menggugat pailit Batavia.
Dalam sidang yang digelar pada 30 Juni 2010, majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat menolak permohonan pailit yang diajukan Lufthansa Technic AC.
Majelis menilai, dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) tidak terpenuhi. Selanjutnya seluruh permohonan pemohon ditolak majelis hakim pimpinan Tjokorda Rai Suamba.
Metro Batavia dimohonkan pailit oleh Lufthansa karena utang yang tertunggak sebesar USD4,4 juta. Versi Lufthansa, utang tersebut sudah jatuh tempo sesuai perjanjian tertanggal 19 April 2007 dan 12 Mei 2008. Kedua perjanjian ini pada dasarnya mengatur jasa perawatan dan perbaikan mesin pesawat yang dipakai Batavia Air.
Pada 16 Desember 2009 lalu, kuasa hukum Lufthansa, firma Rodyk and Davidson LLP yang berkedudukan di Singapura, mengirimkan surat yang pada intinya meminta Batavia melunasi utang paling lambat 23 Februari 2009.
Pihak Batavia memberi tanggapan pada hari yang sama melalui surat elektronik (email). Surel yang dikirim pada intinya menginformasikan Batavia belum dapat melunasi utangnya secara sekaligus karena sedang mengalami kesulitan aliran dana.
Lufthansa kembali melayangkan somasi pada 9 April 2010, namun tidak ada tanggapan dari pihak Batavia. Setelah upaya tersebut tidak berhasil, Lufthansa akhirnya melayangkan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Cuma, untuk membuktikan utang sesuai syarat dalam UU Kepailitan tidak mudah. Lufthansa harus mencari kreditur lain.
Di samping itu, selain kepada Lufthansa, Batavia diduga memiliki utang kepada Abacus International Ltd sebesar USD766 juta. Dalam surat tertanggal 13 April 2010, Abacus menerangkan bahwa benar memiliki piutang yang telah jatuh tempo. Bahkan, pada 13 September 2007 Abacus melayangkan surat kepada Batavia meminta penyelesaian utang.
Namun, berdasarkan keterangan kuasa hukum Batavia Raden Catur Wibowo, utang Batavia kepada Abacus telah lunas. Batavia dan Abacus sudah mengadakan negosiasi untuk proses pembayaran utang. Dari hasil negosiasi, Batavia harus membayar 25 persen dari nilai yang disepakati yaitu USD91 ribu. Batavia telah membayar lunas dalam empat tahap pembayaran seperti yang dijanjikan.
Lunasnya utang Batavia kepada Abacus menjadi alasan majelis hakim menolak permohonan Lufthansa. Majelis membenarkan pada awalnya Batavia mempunyai utang kepada Abacus. Namun, Batavia sudah melunasi sehingga Abacus tidak lagi berkedudukan sebagai kreditur Batavia.
(Martin Bagya Kertiyasa)