JAKARTA - Kebijakan pemerintah mengendalikan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dengan mengurangi subsidi untuk golongan menengah ke atas dinilai kurang efektif. Pasalnya opsi ini akan menimbulkan dua harga BBM bersubsidi yang berbeda.
"Pendekatan pemerintah sekarang enggak efektif dan menimbulkan masalah baru dengan dua harga. Seharusnya diperlakukan sama saja agar enggak beda-beda harga dalam satu komoditas," ungkap Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa kepada wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (17/4/2013).
Fabby menambahkan, opsi ini hanya efektif dari jangka pendek saja karena penerapan di lapangan membutuhkan pengawasan yang ekstra.
"Dual price itu butuh banyak pengawasan dan menciptakan masalah baru. Itu solusi politis dan enggak efektif, tapi memang menguntungkan jangka pendek," jelasnya.
Menurut Fabby, dengan tingginya angka penjualan mobil dalam kuartal satu tahun ini, hal ini akan mempengaruhi penggunaan konsumsi BBM bersubsidi.
"Angka penjualan mobil naik dari ekspektasi penjualan kuartal I ini mempengaruhi. Selama ada perbedaan harga antara subsidi dan nonsubsidi maka orang tertarik terus untuk beli subsidi," tukas dia.