JAKARTA - Kualitas garam di Indonesia masih dalam kategori rendah, oleh karena itu belum bisa memenuhi standar kualitas garam ekspor.
Menurut Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha KKP, Riyanto Basuki ada beberapa faktor yang menyebabkan kualitas garam Indonesia masih rendah.
"Kalau dilihat dari lahan, di Indonesia itu terfragmentasi. Perorangan menguasai lahan garam 0,27 hektar, itu kalau diteliti belum begitu efisien untuk proses yang dilakukan secara mandiri," kata dia di Gedung Kementerian KKP di Jakarta, Selasa (6/1/2015).
Dengan lahan yang terfragmentasi tersebut, maka dibutuhkan penyatuan. Namun, Riyanto mengakui, masalah penyatuan lahan ini adalah masalah yang kompleks, karena menyangkut kepemilikan.
Riyanto menyebut, untuk memproduksi garam minimal membutuhkan lahan seluas lima hektare (ha). Dengan luas lahan tersebut akan menghasilkan kristal garam yang berkualitas.
Sementara masalah lainnya adalah produktivitas. Riyanto mengungkapkan, fakta di lapangan saat ini produktivitas garam rakyat sekira 80-90 ton per ha per musimnya. Pihaknya menargetkan produktivitas bisa ditingkatkan menjadi 100-120 ton per hektare (ha), di samping penambahan teknologi, perbaikan distribusi serta penambahan gudang.
"Ini yang mau kita tingkatkan," katanya.
(Rizkie Fauzian)