Sementara, untuk memulihkan lahan yang terbakar, menurut Momon bukan perkara mudah. Berdasarkan penelitiannya di kawasan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, setidaknya dibutuhkan waktu lima tahun dengan biaya Rp5 juta perhektare setiap tahun dengan menggunakan teknologi.
"Jika ini pembakaran lahan ini berlangsung terus menerus maka tanah akan menjadi lapar, atau tanah yang harus makan terus menerus karena unsur haranya berkurang. Tanah ini butuh dipupuk terus, sehingga dosis terpaksa ditambah juga dan akhirnya kerusakan tanah tidak dapat dielakkan lagi," kata dia.
Tak sebatas menyosialisasikan agar masyarakat tidak membakar lahan, pemerintah dan instansi terkait juga harus membuat kompensasi agar masyarakat tidak membakar lahan.
"Dapat dengan cara sediakan eskavator, traktor dan petugas di setiap desa di saat musim tanam. Ini lebih konkret, jika kurang dana, pemerintah dapat memanfaatkan bantuan koorporasi dan bantuan dari negara tetangga," kata dia.
Kasus kebakaran lahan telah menjadi bencana nasional karena berakibat pada kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Di Sumsel, data terakhir mencatat sebanyak 9.300 hektare lahan terbakar dan 99 persen akibat ulah manusia.
(Widi Agustian)