JAKARTA - Wakil Ketua komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya W Yudha menyatakan, perbedaan pendapat tentang pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku lebih pada nilai investasi dan keuntungan untuk negara.
Satya menjelaskan, menurut data-data yang diterima, negara akan menerima USD57 miliar jika membangun kilang dengan sistem LNG terapung (floating LNG) dengan nilai project mencapai USD14,8 miliar. Sedangkan, jika membangun kilang di darat (onshore) membutuhkan nilai investasi USD19,3 miliar dengan potensi pendapatan negara USD48 miliar.
"Seakan-akan negara akan dapat duit, tapi perlu diingat pendapatan negara dinikmati secara komulatif setelah 40 tahunan," kata Satya dalam acara Polemik Sindo Trijaya dengan topik Kegaduhan Blok Masela, Jakarta, Sabtu (2/1/2016).
Satya menambahkan, padahal pendapatan negara yang akan diraih ini bukan langsung pada tahun berjalan. Namun, potensi pendapatan negara ini akan menimbulkan pandangan di masyarakat bahwa pendapatan negara yang diterima menyampai APBN.
"Itu bukan seperti itu, mereka (kontraktor) juga pasti meminta perpanjangan. Itu komulatif setelah 40 tahun," jelasnya.
Saat ini dua opsi terkait pembangunan kilang di blok migas tersebut, yaitu dengan sistem LNG terapung (floating LNG) dan lewat darat atau pipanisasi (onshore).
Pemerintah sendiri masih belum menentukan nasib Blok Masela, lantaran masih akan diadakan rapat terbatas (ratas) kembali dengan memanggil kontraktor terkait, setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) pulang dari Tanah Papua.
(Widi Agustian)