JAKARTA – Rencana pemerintah menerapkan pajak bagi penyedia layanan data konten dan informasi berbasis internet (over the top /OTT) asing makin dikonkretkan.
Kementerian Keuangan memastikan regulasi yang mengatur hal itu saat ini sedang dirampungkan. Dengan demikian, nanti perusahaan internet asing semacam Google, Facebook, Youtube, Twitter, dan lain-lain wajib membayar pajak.
”Pemerintah tengah mematangkan aturan tersebut dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK) yang saat ini drafnya masih disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Ditjen Pajak,” kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwjugiasteadi di Jakarta kemarin.
Pemerintah telah mengharuskan penyedia konten asing tersebut untuk memiliki izin sebagai badan usaha tetap (BUT) jika ingin terus beroperasi di Indonesia. Dengan BUT, OTT asing bisa dikategorikan sebagai wajib pajak (WP) dalam negeri sehingga otoritas fiskal dapat memungut pajak dari mereka. ”Yang enggak bayar-bayar (pajak) itu kan yang gede-gede seperti Google, Youtube,” kata Ken.
Menurut dia, sejumlah raksasa internet asing telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia seperti Google dan Facebook, tetapi mereka belum berstatus BUT. Ken mengingatkan, sebagian pelaku usaha yang bergerak di bidang perdagangan berbasis elektronik (e-commerce ) saat ini sudah membayar pajak.
Namun, perusahaan rintisan (start-up) belum karena dianggap belum menikmati profit. Aturan mengenai pajak bagi kegiatan e-commerce yang dimiliki oleh pemerintah sejauh ini baru sebatas Surat Edaran (SE) Direktur Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce sehingga belum terlalu efektif.
Pemerintah, melalui BKF Kemenkeu berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menyusun aturan yang lebih kuat. Ditjen Pajak sekaligus akan meminta Kemenkominfo bertindak sebagai pemungut pajak ecommerce. ”Nanti diatur yang dipungut objeknya apa, pemungut (pajaknya) siapa dan tarifnya berapa,” ujar Ken.
Untuk menghindari adanya pajak berganda (double taxation), direktoratnya menjamin hal itu tidak terjadi karena sudah ada perjanjian kerja sama mengenai pajak berganda. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menegaskan, perusahaan OTT asing termasuk yang bergerak di bidang e-commerce dan beroperasi di Indonesia akan dipungut pajak, baik pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
Bambang menegaskan, aturan ini nantinya tidak hanya dikenakan pada perusahaan OTT besar, tetapi juga pelaku usaha e-commerce yang masuk dalam kategori wajib pajak (WP). Dia mengatakan, hal ini penting agar terjadi iklim persaingan bisnis yang kompetitif dan adil.
(Rani Hardjanti)