JAKARTA - Kementerian Keuangan saat ini tengah melakukan pengejaran terhadap pajak perusahaan Over the Top (OTT). Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus M Haniv mengatakan, hal ini dilakukan mengingat tingginya potensi penerimaan tahun lalu dari perusahaan OTT. Jumlahnya pun mencapai USD840 juta atau Rp11 triliun (kurs Rp13.200 per USD).
"Total OTT kalau untuk tahun lalu USD 840 juta saya lupa itu, USD800 jutaan, 70% itu Google dan Facebook. Nah 70% Google dan Facebook itu 70% Google, 30% Facebook. Facebook ini penghasilan bersumber di Indonesia itu kira-kira USD160 juta," tuturnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Khusunya Facebook, pemerintah pun telah mengirimkan surat untuk melakukan pemungutan pajak. Facebook pun menjawab surat ini namun belum bersedia membayar pajak.
"Mereka welcome tapi mereka merasa tidak wajib. Ini kan pemajakan OTT ini kan baru terhadap pemerintah kita ini dan ini utuh cara baru, pendekatan baru. kita tidak bisa pendekatan tradisional untuk FB, Google, dan lain-lain," tuturnya.
"Sekarang berusaha melakukan penafsiran peraturan kita dengan rekayasa bisnis mereka. Mereka punya bisnis dalam bentuk jaringan, server, dan bagaimana proses bisnis mereka kita adaptasikan dengan peraturan kita yang lama ini," imbuhnya.
Menurutnya, alasan Facebook untuk menolak membayar pajak adalah karena karena tidak berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT). Untuk itu, butuh upaya lainnya yang harus dilakukan oleh pemerintah.