JAKARTA - Pemerintah dianggap masih kurang tegas dalam menggali data pajak perusahaan online asing yang beroperasi di Indonesia. Pasalnya, selama bertahun-tahun perusahaan seperti Facebook, Twitter dan Yahoo sudah menjual iklan ke Indonesia.
Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono menyatakan, sudah seharusnya pemerintah bertindak lebih keras untuk mengincar penerimaan pajak dari perusahaan online. Hal ini demi meningkatkan penerimaan negara mengingat besarnya iklan yang didapat perusahaan itu.
"Jadi memang harus diawasi. Berapa yang didapat, berapa yang dibayar. Bahkan mungkin ada yang enggak bayar pajak," katanya kepada Okezone di Jakarta, Kamis (7/4/2016)
[Baca juga: Pajak Facebook Cs Disinyalir Mampu Perbaiki APBN]
Menurut Dave yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), selama ini pemerintah masih kurang berupaya menindaklanjuti hal tersebut. Terbukti dari lamanya aksi pencarian data yang dilakukan pemerintah setelah perusahaan online itu beroperasi di Indonesia.
"Saya melihatnya masih kurang getol. Apakah payung hukumnya sudah ada atau belum atau infrastruktur masih lemah (untuk menindaklanjuti hal itu). Bertahun-tahun mereka jual iklan ke Indonesia," tukas dia.
Sekadar informasi, Direktorat Jenderal Pajak berencana akan melakukan penyidikan data pajak terhadap perusahaan berbasis IT yang beroperasi di Indonesia namun masih memiliki induk perusahaan di luar negeri. Di antaranya Yahoo, Twitter, dan Facebook.
[Baca juga: Gelapkan Data, Ditjen Pajak Ancam Penjarakan Facebook Cs]
Menurut Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, pemerintah akan mengejar data pajak ini hingga ke Singapura. Data ini diperlukan untuk mengetahui berapa potensi pajak dari pendapatan iklan yang diperoleh ketiga perusahaan ini.(rai)
(Rani Hardjanti)