JAMBI - Tim gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam dari Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) menyebutkan, potensi kerugian negara dari sektor kehutanan di Indonesia mencapai Rp7 triliun per tahun akibat ketidaksesuaian pencatatan produksi kayu.
Anggota tim Sulistyanto di Jambi, Rabu mengatakan bahwa nilai kerugian keuangan negara dari sektor kehutanan itu berasal ketidaksesuaian pencatatan volume produksi kayu di Indonesia yang seharusnya masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak dalam bentuk provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi (PSDH-DR).
"Kita sudah merilis kajian sekitar 70 persen volume produksi kayu di Indonesia tidak tercatat, sehingga dari tahun 2004-2013 itu potensi negara mengalami kerugian mencapai Rp5-7 triliun/tahun," kata Sulistyanto.
Dia mengatakan, ketidaksesuaian volume pencatatan produksi kayu yang ditebang itu berasal dari HTI, HPL, HPH dan lain sebagainnya diseluruh wilayah Indonesia.
[Baca juga: Mimika Targetkan Rp18 Miliar dari Iuran Kehutanan]
Dijelaskannya, dalam kerugian negara dari sektor kehutanan tersebut problem yang dihadapi yaitu negara dalam hal tersebut Kementerian Kehutanan tidak memilki sistem untuk memvalidasi data setiap hasil produksi kayu dari pelaku usaha.
"Selama ini problem yang dihadapi itu, Kementerian Kehutanan tidak memilki sistem validasi data kebenaran produksi kayu dari setiap pelaku usaha," katanya.