JAKARTA - Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai pemerintah perlu mendesain kebijakan mendidik terkait rencana penerapan pajak progresif terhadap lahan menganggur.
Menurut Yustinus, pemerintah harus membuat kebijakan yang tidak melarang namun harus membuat masyarakat bertanggungjawab terhadap pilihannya dan mengetahui konsekuensi dari pilihan tersebut.
"Saya boleh jadi spekulan, tapi akan bayar pajak lebih tinggi. Tidak apa-apa berspekulasi tapi nyumbang ke negara, makanya harus jelas formulasi kebijakannya," ujar Yustinus di Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan di Singapura, aksi spekulasi lahan di negara tersebut tidak dilarang tapi dipajaki lebih tinggi oleh pemerintah di sana sehingga ketika warga negara di sana memilih berspekulasi mereka sudah siap dengan konsekuensi pajak yang tinggi. Begitu pula sebaliknya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil memastikan penerapan pajak progresif bagi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya akan bermanfaat untuk mengurangi aksi spekulan tanah.
Harga tanah saat ini dinilai banyak yang mengalami kenaikan dan menimbulkan aksi spekulan, padahal tanah itu "menganggur" karena diabaikan oleh pemiliknya sehingga menjadi tidak produktif.
Untuk itu, selisih harga tanah hasil spekulan dengan harga tanah yang sebenarnya, bisa dikenakan pajak progresif, agar lahan tersebut secara ekonomis ikut memiliki manfaat.