JAKARTA - Krisis moneter tahun 1997-1988 masih membekas diingatan dengan jelas oleh para pengusaha besar pada zaman itu. Pasalnya dulu krisis keuangan itu membuat banyak pengusaha harus gulung tikar.
Hal ini diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2017).
"Rush waktu itu kan karena ada masalah politik saat era pemerintahan Soeharto. Banyak orang jatuh miskin, utamanya yang punya utang dolar besar. Bayangkan saja dari kurs Rp2.000-Rp3.000 jadi Rp14.000 per USD, bangkrut lah orang itu," ungkapnya di Jakarta, Rabu (24/5/2017).
Hal ini membuatnya mengusulkan kepada BI sebagai bank sentral untuk dapat menetapkan batas maksimal bunga kresit atau pinjaman ke nasabah untuk mengurangi risiko yang mampu mengganggu stabilitas sistem keuangan. Jangan sampai bank menaikkan bunga yabg membuat nasabah tak mampu membayar.
"Kalau sampai ada gejolak (sistem keuangan) bisa ditahan, bank jangan sampai jor-joran memberi bunga tinggi ketika mengalami kesulitan likuiditas. Misalnya paling tinggi 10%, maka tingkat bunga pinjaman 10%, tidak bisa lebih dari itu. Tidak mungkin kan sampai 30%, karena kalau dulu bunga pinjaman 30%-40%, siapa yang bisa tahan, perusahaan pada bangkrut semua," tukasnya.
(Dani Jumadil Akhir)