Indonesia pun juga berharap adanya kemudahan dari sisi tarif pada produk CPO asal Indonesia. Sebab, CPO di Indonesia juga dibutuhkan oleh berbagai pabrik yang terdapat di Nigeria.
“CPO, Ini yang kami sampaikan bahwa kita dorong investasi di sana. Kita juga dikenai tarif 35% plus-plus hingga 55% karena mereka produksi. CPO juga kesulitan mereka harus bersaing dengan penyelundup. Menteri Nigeria pahami itu dan jadi perhatian khusus," kata Enggar.
Pemerintah pun menawarkan kepada Nigeria kerjasama imbal dagang. Pada kerjasama ini, Nigeria melakukan ekspor minyak ke Indonesia, dan Indonesia melakukan ekspor beberapa produk, salah satunya adalah CPO.
"Beliau akan tindak lanjuti itu dan ini sudah saya sampaikan kepada Bapak Presiden," ujarnya.
Kerjasama imbal dagang ini memang dinilai sangat diperlukan. Sebab, Indonesia terancam defisit neraca perdagangan hingga USD1,3 miliar jika hal ini tidak diterapkan.
"Counter trade kami harus bicara dengan Menteri ESDM dan Meneg BUMN. Kita harus lakukan ini kalau tidak defisit kita bisa capai USD1,3 miliar. Waktunya kami akan membahas karena secara teknis tidak akan mudah. Jadi mungkin saja counter trade," ujarnya.
Selain CPO, pembahasan hambatan tarif pada produk kapas, tekstil, rempah-rempah, kulit, kopi, produk alas kaki, hingga perhiasan juga menjadi target dalam kerjasama imbal dagang ini. Nigeria juga berharap adanya kerjasama pada sektor perikanan dari Indonesia. Pemerintah pun nantinya akan mendorong industri kecil menengah dapat melakukan ekspor ke negara tersebut.
"Kita persisnya berapa angka impor minyak, tergantung dari Pertamina, dan ESDM, dan BUMN. Tapi kita perkirakan itu ekuivalen dengan USD1,8 miliar. Nah, kita ekspor USD500 juta. Jadi kalau ditanya berapa harapan kita? harapan kita adalah kita bisa ekspor USD1,8 miliar counter trade-nya, sehingga yang impor minyak, kita tetap surplus USD500 juta. Sejauh mana optimisnya? mereka membutuhkan CPO. hanya, ini perlu dibicarakan dengan kementerian atau lembaga lain," ujarnya.