MALUKU BARAT DAYA - Daerah perbatasan di Indonesia hingga saat ini masih belum dapat berkembang pesat. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari faktor sumber daya manusia (SDM), modal, hingga minimnya minat investor.
Kendala ini pun juga dialami oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Luasnya daerah kepulauan pada daerah ini pun turut mempersulit pemerintah mengembangkan daerah ini.
Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua mengatakan, APBD daerah ini sangat terbatas. Bahkan, 50% di antaranya digunakan untuk pembayaran gaji Pegawai Negeri Sipil. Padahal, pulau-pulau di kawasan ini berbatasan langsung dengan Australia hingga Timor Leste sehingga membutuhkan anggaran pengembangan yang besar.
"APBD kita Rp2,8 triliun. Rp1,4 triliun gaji pegawai. Jangan sampai kita tertinggal tapi kita ditinggalkan," ujarnya di Pulau Liran, Senin (7/8/2017).
Hal senada juga disampaikan oleh Bupati Maluku Barat Daya Barnabas Orno. Setiap tahunnya, 50% dari anggaran daerah digunakan untuk membayar gaji PNS.
"Maluku Barat Daya ini dengan Rp500 juta sampai Rp1 miliar belum tentu satu tahun bisa semuanya (dikunjungi). Kita punya DAU (Dana Alokasi Umum) Rp600 miliar, Rp300 miliar untuk gaji aparatur dan honorer. Makanya honorer kita tunda-tunda. Tapi toh akhirnya kita tanda tangan," kata Barnabas.
Untuk itu, daerah perbatasan ini sangat membutuhkan investor agar dapat berkembang. Salah satunya adalah investasi pada sektor pariwisata, khususnya perhotelan.
"Saya ingin banyak investasi ke sini sehingga banyak pilihan. Jika tidak banyak yang ingin jadi PNS, Jadi honorer," jelasnya.
Harga bahan bakar minyak juga sempat dikeluhkan. Diharapkan, harga BBM pada daerah kawasan perbatasan ini dapat setara dengan daerah lainnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)