Bisa Berantas Kemiskinan, Sri Mulyani: Pengelolaan Zakat di RI Belum Optimal

Lidya Julita Sembiring, Jurnalis
Rabu 23 Agustus 2017 15:18 WIB
(Foto: Lidya/Okezone)
Share :

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, selain sektor keuangan syariah ada sumber lainnya yang bisa dijadikan untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan. Sumber pendanaan inovatif lainnya bisa digunakan untuk pembangunan berkelanjutan berasal dari dana sosial Islam seperti zakat dan wakaf.

Namun, sayangnya hanya kurang dari 2% dari jumlah zakat yang telah dikumpulkan secara resmi, dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) hanya bisa mengumpulkan sekitar setengahnya. Karena dari data, Baznas, jumlah zakat di Indonesia sekitar Rp217 trilliun atau setara dengan USD18 miliar per tahun atau lebih dari 10% dari anggaran pemerintah.

"Perlu dicatat bahwa ada sekelompok orang yang mengerti zakat hanya sebagai kewajiban tahunan yang dibayar pada akhir bulan Ramadan yakni zakat fitrah. Ada lagi jenis zakat yang jarang dipenuhi atau dibayar seperti zakat maal atau zakat kaya," ungkap Sri Mulyani di Yogyakarta, Rabu (23/8/2017).

Baca Juga: Perangi Kemiskinan, Sri Mulyani Bahas Keuangan Syariah di Yogyakarta

Menurutnya, hal ini mungkin karena pemahaman tradisional bahwa objek zakat maal hanya berupa emas dan perak, pertanian, peternakan dan pertambangan. Di mana, pemahaman ini tidak sepenuhnya salah karena sebagian besar harta pada zaman dahulu dalam bentuk barang tersebut.

"Tapi saat ini harta atau kekayaan bisa dalam bentuk yang jauh berbeda seperti saham, sukuk, dan upah atau gaji. Bahwa jika kita mengikuti definisi kekayaan klasik mungkin bukan objek zakat," jelasnya.

Baca Juga: Sri Mulyani: Saya Percaya Ekonomi Syariah Aktif dalam Pembiayaan Infrastruktur

Sri Mulyani mengatakan, untuk menerapkan zakat maal sekarang ini, maka harus kembali ke ide utama mengapa zakat dibebankan. Dirinya pun mencontohkan ucapan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi yang mengatakan bahwa zakat yang kaya harus dibebankan ke aset yang produktif atau tumbuh. Karena kelebihan kebutuhan dasar, sudah dimiliki dengan sempurna, memenuhi kuantitas dan bertahan dalam jangka waktu tertentu.

"Dengan kerangka pemahaman baru ini, objek zakat yang kaya bisa jauh lebih luas dan potensi koleksi zakat juga meningkat. Meski begitu, ada masalah pengelolaan zakat di banyak negara Islam termasuk Indonesia. Koleksi dan distribusi zakat, misalnya, sebagian besar disalurkan secara informal melalui keluarga, teman atau badan amal informal. Fenomena ini telah menyebabkan pengelolaan zakat belum optimal," tukasnya.

Baca Juga: Sri Mulyani: Wakaf Tunai Bisa Capai Triliunan Rupiah!

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya