JAKARTA - Kementerian Keuangan, utang pemerintah pusat sampai dengan akhir bulan Juli 2017 mencapai Rp3.779,98 triliun atau mengalami kenaikan Rp73,47 triliun dibandingkan utang di Juni yang sebesar Rp3.706,52 triliun. Meski mengalami kenaikan, jika dibandingkan dengan negara lain, utang negara ternyata masih relatif kecil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pada prinsipnya pengelolaan utang dilakukan dengan kehati-hatian. Artinya meski masih defisit anggaran, kontrol terhadap utang masih tetap dijaga.
Baca Juga: Manfaat Utang Rp3.779,98 Triliun, Sri Mulyani: Dari MRT hingga Waduk Jati Gede
Coba bandingkan dengan negara-negara G-20, di mana utang Indonesia berada dalam size defisit yang relatif kecil di sana. Amerika Serikat (AS) defisit utangnya mencapai 6,7%, bahkan sekarang masih menunggu apakah APBN negaranya dianggap kritis atau tidak. Kemudian Jepang defisitnya 6,4%, Inggris defisit 6,2% dan Brasil 4,3%.
"Ini negara-negara yang relatif maju dari kita bayangkan utangnya lebih besar. Ini gambarkan Indonesia dalam kelola utang dan ekonomi prudent dan produktif. Kita hati-hati dan produktif," tuturnya di Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (4/9/2017).
Baca Juga: Catat! Sri Mulyani Pastikan Utang Rp3.779,98 Triliun Dimanfaatkan untuk Hal Produktif
Dari sisi income per kapita, Indonesia memang masih terbilang rendah. Tapi untuk pengelolaan utangnya masih baik. Bisa dilihat dari income per kapita Jepang yang spektakuler sebesar USD40.000, tapi utang per kepalannya lebih dari dua kali lipat. Amerika Serikat income per kapita USD57.000, utang per kepalanya justru USD60.000.
Baca Juga: Sri Mulyani: Utang Negara Dipakai untuk Pendidikan hingga Infrastruktur
"Jadi saya sampaikan utang republik kita ini termasuk kecil dan prudent. Ini menggambarkan di mana Indonesia kelola utang dengan baik. Jadi kalau dunia exposur utang mereka di atas 100% seperti Singapura, Jepang, Italia, 60%-100% United States, Inggris, Austria, Prancis, Jerman dan dengan negara kaya minyak seperti Qatar, utang RI jauh lebih kecil," tukasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)