JAKARTA - Fenomena rangkap jabatan di tubuh Dewan Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepertinya akan terus terjadi. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun mempersoalkan ini karena bertentangan dengan visi Kementerian BUMN yaitu menjadi pembina BUMN yang profesional untuk meningkatkan nilai BUMN.
Anggota Komisi VI DPR Inas N Zubir mengungkapkan, rangkap jabatan ternyata sudah berlangsung puluhan tahun seperti PT Pertamina (Persero). Dia menilai, di Pertamina ada holding akal-akalan di anak perusahaan, di mana seorang pejabat ditempatkan di dua jabatan sekaligus yakni sebagai direktur di holding (Pertamina) dan juga direktur utama di anak perusahaan.
Baca juga: Pertamina Buka Lowongan 1.500 Posisi, Berminat?
"Misalnya, PT Pertamina Hulu Indonesia yang baru saja didirikan sebagai holding untuk blok Mahakam, direktur utamanya adalah Bambang Manumoyoso, kemudian perusahaan ini punya anak perusahaan namanya PT Pertamina Hulu Mahakam dan rencananya direktur utamanya adalah Bambang Manumoyoso juga,"ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/9/2017).
Sebelumnya, lanjut Inas, Bambang Manumoyoso adalah Direktur Pengembangan di Holding Pertamina Hulu Energi dan merangkap juga sebagai Direktur di anak perusahaan Pertamina Hulu Energi lainnya.
Baca Juga: Optimalkan Likuiditas, Pertamina Konsolidasi Saldo Rekening dengan Anak Usahanya
"Ini bisa dibaca dalam Integrated Annual Report 2016 dan masih banyak anak-anak perusahaan Pertamina lainnya yang dijadikan bancakan seperti itu juga,"ujarnya.
Padahal dalam UU Nomor 5 tahun 1999 disebutkan melarang adanya rangkap jabatan, namun Pertamina bergeming dan tidak mau mengubah itu. Oleh karena itu, Inas menilai persoalan rangkap jabatan di anak perusahaan ini menjadi temuan untuk panja Pertamina di Komisi VI.
"Kita akan minta KPPU untuk melakukan investigasi soal ini," ujarnya.
Rangkap jabatan seperti ini patut juga diduga bahwa selain adanya persaingan usaha yang tidak semestinya, maka rangkap jabatan di holding dan anak perusahaan Pertamina diduga bertujuan untuk mengambil gaji dan tantiem (bonus Direksi) yang sangat besar dari Cost Recovery yang notabene adalah Uang Negara.
(Rizkie Fauzian)