JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyoroti kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2018 yang ditetapkan minimal sebesar 8,71% akan berdampak kurang baik buat industri ritel.
Walaupun kenaikan UMP 2018 sudah diformulasikan sedemikian rupa dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi serta inflasi, namun dari sisi pengusaha dianggap memberatkan. Apalagi buat industri ritel yang sedang tertekan.
"Misalnya ditetapkan 8,71%, pengusaha ritel berat karena ritel dengan tumbuhnya itu 8% saja akan habis," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Rabu (1/11/2017).
Baca juga: Ingat! Penetapan UMP Harus Pertimbangkan Kondisi Ekonomi
Namun dia menyadari bahwa pro dan kontra terhadap kenaikan UMP 2018 tak terelakkan. Hal itu karena masing-masing pihak baik pengusaha maupun tenaga kerja memiliki pandangan yang berbeda.
"Bisa diperdebatkan ini cukup tidak cukup, kalau dari buruh pasti tidak akan cukup, dari pengusaha mungkin memberatkan," paparnya lebih lanjut.
Baca juga: Survei Sebut Upah di Jakarta Rp3,1 Juta, Bagaimana Tanggapan Menaker?
Terkait kewajaran kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71%, dia mengatakan kalau masing-masing provinsi bisa memformalkan besaran yang sesuai. Namun pemerintah menetapkan minimum kenaikan 8,71% sebagai jaminan buat tenaga kerja mendapatkan kenaikan gaji.
"Kalau kita ikuti semuanya, masing-masing punya kepentingan. Tetapi formula itu mungkin tidak sempurna tapi bagus untuk memberikan jaminan ada kenaikan UMP di seluruh provinsi," tandasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)