JAKARTA - Peta persaingan antara ritel konvensional dengan online akan berlanjut di 2018. Pada tahun sebelumnya, ritel konvensional harus mengakui keunggulan online, di mana banyak toko yang tutup mulai dari Seven Eleven (Sevel) hingga Matahari.
Lantas seperti apa persaingan di 2018?
Baca juga: Bisnis Digital Dituntut Bantu UKM Pasarkan Produk
Managing Director Robert Walters untuk Asia Tenggara Toby Fawlston mengatakan, berdasarkan survei yang dilakukan pihaknya menunjukkan prospek ekonomi yang kuat, digitalisasi yang berkelanjutan dan perluasan pasar yang stabil.
"Tren digitalisasi yang menyapu kawasan ini telah memacu banyak bisnis untuk menciptakan platform online atau mobile karena perusahaan berusaha meningkatkan daya saing mereka dan meningkatkan pangsa pasar dan konsumen," ujarnya.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Digital Kian Pesat di 2018, KPPU Harus Berikan Atensi Khusus!
Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia Andi Fahmi mengatakan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selama 2017 dinilai tidak konsisten karena pengawasan persaingan usaha secara digital atau online tidak ada. Oleh karena itu di tahun baru nanti, pengawasan terhadap usaha digital harus ditingkatkan.
Dia mengatakan, pertumbuhan startup diproyeksikan lebih menggila di 2018. Bukan hanya itu, jumlah financial technology pun ke depan akan semakin berkembang.
"KPPU harus konsiten, karena 2018 startup bakal lebih heboh," ujarnya.
Baca juga: Survei BI: Harga Semua Tipe Rumah Naik di Kuartal III-2017
Melihat tahun 2017, diakui pertumbuhan ritel konvensional terasa berat. Hal ini diakui, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang memproyeksikan pertumbuhan industri ritel hingga akhir tahun atau semester II akan mengalami perlambatan.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, dari data yang dimiliki pihaknya menunjukkan tren pertumbuhan industri ritel terus menurun sejak 2013.
"Industri ritel saat ini ibarat kura-kura membawa beban, di tahun 2012-2013 itu pada puncaknya, nah sekarang di 2017 membawa beban," ungkapnya.
Adapun sejumlah ritel yang tutup di 2017, PT Modern Internasional Tbk (MDRN) terpaksa menurup semua gerai 7-Eleven. Hal ini dilakukan karena perseroan terus mengalami kerugian dalam pengoperasiannya.
Akibat pengehentian bisnis 7-Eleven, kurang lebih sebanyak 1.200 hingga 1.300 karyawan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Karyawan 7-Eleven Indonesia juga masih menagih janji dari perusahaan karena belum membayar tunggakan gaji total Rp2,6 miliar.
Selain itu, ritel-ritel modern ternama yang menutup gerainya. Sebut saja, Matahari, Ramayana, Lotus, Debenhams telah menutup gerainya tahun ini.
Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Brawijaya Munawar Iswail, penutupan sejumlah gerai ritel ternama bukan karena pelemahan daya beli. Pasalnya, jika dilihat secara ekonomi, penurunan daya beli tidaklah masuk akal karena menurut penilaiannya, ekonomi yang tumbuh akan berdampak kepada pendapat yang tinggi dan secara ekonomi akan ada spending yang dilakukan masyarakat.
"Sebenarnya kan gampangnya kalau pendapatan meningkat maka daya beli meningkat. Konsumsi meningkat, kalau pertumbuhannya positif mestinya secara logika pendapatannya naik, mestinya konsumsi naik dan mestinya daya beli itu naik. Tapi kenapa ritel tutup? Nah sekarang pertanyaannya adalah apakah setiap pendapatan itu dibeli atau digunakan penjualan di ritel," tuturnya kepada Okezone.
Hal senada juga disampaikan Ketua DPP Apindo DKI Jakarta Solihin yang mengatakan, dari evaluasi 2017 ada beberapa sedikit problem menurunnya beberapa bidang usaha contohnya adalah ritel.
"Kita lihat dengan tutupnya beberapa gerai itu jadi perhatian, tapi kita optimis hadapi 2018 agar semua bisa bangkit," ujarnya.
Solihin enggan mengatakan seberapa besar penurunan pertumbuhan ritel. Yang jelas, katanya, pertumbuhan ritel tidak berubah.
"Kalau bicara ritel ada store baru dan lama. Secara umum banyak pengusaha tutup gerai," ujarnya.
Dari evaluasi Apindo, pertumbuhan ritel turun karena beberapa faktor di antaranya mahalnya sewa tempat dan pembayaran upah pegawai.
"Penurunan toko off line, tempat semakin mahal. Ini kontribusi terbesar dan upah. Di ritel padat karya upah kontribusi lebih besar," ujarnya.
Semakin menarik menyimak persaingan ritel konvensional dengan online di 2018. Bukan melihat siapa yang unggul, tapi ke arah manakah masyarakat di 2018 membelanjakan uangnnya, online atau konvensional?
(Fakhri Rezy)