Tak mengherankan jika publik di seluruh dunia marah karena ketidakadilan menciptakan gelombang politik di seluruh dunia.
Faktor kesenjangan menjadi pemicu terpilihnya Donald Trump di AS, Presiden Rodrigo Duterte di Filipina, dan Brexit (Britain Exit) di Inggris. Ofxam mencatat tujuh dari 10 orang tinggal di suatu negara melihat kenaikan keti dak adilan dalam kurun waktu 30 ta hun.
Antara 1988 dan 2011, pendapatan orang miskin meningkat 10% atau hanya USD65 (Rp867 ribu) per orang. Namun, pendapatan orang kaya hanya 1% dari populasi dunia naik USD11.800 (Rp157 juta) per orang atau naik sebanyak 182 kali dibandingkan orang miskin.
Perempuan Paling Dirugikan
Oxfam mengungkapkan pekerjaan perempuan paling buruk dihantam ketidakadilan global. Mereka mendapatkan gaji lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan pria.
Perempuan juga menghadapi berbagai bentuk tekanan dalam pekerjaan. WEF sebelumnya memperkirakan dibutuhkan 217 tahun agar perempuan mendapatkan gaji yang sama di tempat kerja.
Sedangkan Oxfam memprediksi dibutuhkan waktu 170 tahun bagi perempuan untuk digaji sama dengan lelaki. Oxfam mewawancarai perempuan yang bekerja di pabrik garmen di Vietnam selama 12 jam per hari dan enam hari dalam sepekan. Mereka hanya digaji USD1 (Rp13 ribu) per jam.
Padahal mereka menghasilkan pakaian untuk brand fashion ternama. Pajak perusahaan di negara miskin digelapkan sedikitnya USD100 miliar (Rp1.428 triliun) setiap tahun.
Uang itu cukup untuk memberikan pendidikan kepada 124 juta orang yang tidak melanjutkan sekolah dan mendanai perawatan kesehatan sehingga bisa mencegah kematian sedikitnya enam juta anak-anak setiap tahun.
Oxfam pun menyerukan agar seluruh pekerja menerima gaji layak, penghapusan kesenjangan gaji berdasarkan gender, dan penegakan hukum bagi pelanggar pajak. Mereka juga menyarankan kenaikan pajak bagi orang kaya. (Andika Hendra)
(Dani Jumadil Akhir)