JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk melakukan impor garam untuk kebutuhan industri sebanyak 3,7 juta ton dinilai hal yang wajar. Pasalnya, garam bukanlah produk unggulan dalam negeri.
Hal ini diungkapkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi VI, Daniel Johan dalam acara Launching dan Bedah Buku 'Hikayat Si Induk Bumbu'.
Daniel mengatakan, ada produk yang memang menjadi unggulan sehingga harus dilakukan swasembada, di antaranya beras dan rempah. Namun berbeda dengan garam yang bukanlah produk unggulan dalam negeri.
Baca Juga: Indonesia Negeri Garis Pantai Terpanjang Dunia, Tapi Produksi Garam Kalah dari China
"Apa yang produk unggulan itu kita wajib swasemabda bahkan penentu harga. Tapi tidak semua hal diwajibkan swasembada. Ada beberapa produk yang enggak jadi produk unggulan Indonesia, itu bisa pilih swasemabda atau tidak. Garam ini termasuk bukan produk unggulan," ujarnya dalam acara Launching dan Bedah Buku 'Hikayat Si Induk Bumbu' di Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Dia mengungkapkan, meski menjadi negara dengan panjang garis pantai ke-2 di dunia, hal itu bukan tolak ukur untuk produksi garam Indonesia menjadi yang terbesar di dunia. Pasalnya ini dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca.
"Kita negara tropis kelembaban tinggi, curah hujan tinggi. Itu pasti kualitas dan kuantitas produksi garam rendah," ucapnya.
Baca Juga: Negara Garis Pantai Terpanjang, Indonesia Belum Tentu Jadi Produsen Garam Terbesar
Dia mencontohkan seperti China yang menjadi negara produsen garam terbesar di dunia. Dengan peringkat garis pantai nomor 12 di dunia yakni sepanjang 14.500 km, mampu menghasilkan 58 juta ton per tahun. Adapun Negeri Bambu ini memiliki nilai ekspor garam mencapai USD75 juta, namun juga mengimpor garam senilai USD189 juta.
Selain itu juga, India yang memiliki garis pantai nomor 20 terpanjang di dunia yakni 70.000 km dengan produksi garam sebanyak 19 juta ton per tahun. Di mana menjadi produsen nomor 3 di dunia.
Baca Juga: Kemendag Masih Tahan Izin Impor Garam Industri, Apa Alasannya?
Oleh sebab itu, pernyataan untuk swasembada garam karena menjadi negara yang memiliki garis pantai sepanjang 99.000 kilometer (km) adalah hal yang tidak tepat.
"Bu Susi (Menteri KKP) bilang kita garis pantai terpanjang ke-2 dunia masak impor? Itu mmbuat opini yang salah ke masyarakat. Sama kayak sapi, sapi juga bukan produk unggulan di Indonesia. Garam juga begitu," paparnya
Dia menyebutkan, dari lahan produksi yang ada saat ini terdapat sekitar 25.800 hektare. Dari lahan ini hasilkan jumlah produksi rata-rata 2,6 juta ton. Padahal kebutuhan garam Indonesia mencapai sekitar 4 juta ton per tahun yakni 1,8 juta ton untuk konsumsi dan 2,2 juta ton untuk industri.
Harga juga menjadi hal lain yang menunjukkan garam bukan produk unggulan. Pasalnya harga garam dalam negeri lebih mahal ketimbang harga garam impor.
Daniel mengatakan, harga garam impor secara umum bisa berada di kisaran angka Rp600-700 per kilogram (kg). Sementara harga garam produksi dalam negeri mencapai kisaran Rp2.200 per kg.
"Kita tidak jadi unggulan, itu bukti nyata , karena harganya lebih mahal dari negara yang garam jadi produk unggulan di negara eksportir itu," ucapnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)