JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri membolehkan Pemerintah Daerah untuk mencairkan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan cara mencicil. Artinya, Pemda diperbolehkan untuk membayarkan dahulu gaji pokoknya terlebih dahulu pada hari ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syarifuddin mengatakan, cicilan THR tersebut nantinya bisa dibayarkan oleh Pemda pada bulan-bulan berikutnya asalkan, cicilan tersebut harus tetap dibayarkan kepada PNS di daerah.
Seperti diketahui, pemberian THR tahun ini ada empat elemen yang terdapat didalamnya. Pertama adalah gaji pokok, kedua adalah tunjangan kinerja, ketiga adalah tunjangan keluarga dan yang terakhir adalah tunjangan jabatan.
"Tapi jangan THRnya yang di-pending. Tunjangan tunjangannya yang di-pending. THR itu kan komponennya ada gaji pokok, tunjangan jabatan, ada tunjangan kinerja, tunjangan keluarga. Kalau belum bisa empat-empatnya, ya tiga aja dulu," ujarnya saat dihubungi, Okezone, Jumat (8/6/2018).
Menurut Syarifuddin, pembayaran THR dengan cara dicicil itu tidak melanggar aturan. Sebab, hal tersebut justru sudah diamanatkan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Seperti dalam Permandian Nomor 33 tahun 2017, tentang pedoman penyusunan APBD 2018, yang mengamanatkan ketentuan bagi daerah bahwa penganggaran gaji pokok dan tunjangan PNS daerah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan dan pemberian gaji ke-13 dan gaji ke-14.
Apalagi, Permendagri tersebut juga berpedoman pada peraturan yang lebih tinggi. Seperti PP 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya ada juga PP nomor 19 tahun 2018 tentang Pemebrian THR Tahun 2018 kepada PNS TNI, Polri, Pensiunan dan Penerimaan tunjangan yang mengamanatkan pembayaran THR sesuai ketentuan pasal 6 ayat 3 dibebankan pada instansi atau lembaga tempat PNS, Prajurit TNI, anggota Polri dan Pejabat Negara bekerja. Adapun anggaran yang diperlukan untuk pembayaran THR sesuai ketentuan pasal 9 yakin dibebankan kepada APBD.
"Saya sih akan mengatakan begini, karena kalau PPnya kan sudah mengatur itu tapi kan dengan keterbatasan keuangan daerah enggak masalah bayar dulu sebagian nanti di bulan bulan berikutnya bisa dibayar," jelasnya.
Mengenai ancaman blacklist Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Syarifuddin menilai hal tersebut tidak akan terjadi. Asalkan daerah tetap membayarkan THR kepada PNS.
"Jadi gini BPK itu dia kan hanya menguji bagaimana aturan itu dilaksanakan atau tidak. Jadi kalau misalnya katakanlah THR yang komponennya ada berbagai macam tadi ternyata baru bayar tiga yang satunya dipending apakah itu salah? Tidak," kata Syarifuddin.
"Artinya BPK apa yang mau dipersoalkan. Kecuali misalnya PP bilang harus dibayar sekaligus tidak boleh tidak itu baru tidak ada tawar menawar kan cukup fleksibel juga," imbuhnya.
Mengenai sanksi khusus, Syarifuddin juga tidak mau mempersoalkan hal tersebut. Karena masalah pencairan PNS di daerah merupakan masalah bagaimana Pemda mengelola keuangannya dengan baik.
"Ini bukan persoalan sanksi menyaksikan, ini kan persoalan bagaimana kepala daerah mengatur didalam pelaksanaannya anggarannya. Karena kebijakan dalam pelaksanaan anggaran menurut UU 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara bahwa yang berhak menetapkan kebijakan peraturan anggaran adalah kepala daerah," jelasnya.
(Dani Jumadil Akhir)