JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melakukan kebijakan makroprudensial dengan merelaksasi aturan uang muka (down payment atau DP) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau aturan Loan to Value dan Financing to Value (LTV atau FTV). Sayangnya, kebijakan tersebut dinilai belum cukup untuk kembali membangkitkan pasar properti.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto menuturkan, ada beberapa kebijakan lain yang perlu disinergikan dengan kelonggaran LTV agar pasar properti kembali menguat.
Salah satunya adalah dengan mempertahankan suku bunga pinjaman perbankan. Sebab, sebagaimana diketahui bersamaan dengan kebijakan relaksasi LTV, Bank Sentral juga menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps).
Ferry mengatakan, biasanya kenaikan suku bunga acuan BI diterjemahkan dengan kenaikan suku bunga deposito dan pinjaman oleh perbankan. Padahal saat ini, suku bunga pinjaman harusnya sudah mulai coba diturunkan.
"Jadi yang baik adalah kombinasi antara LTV rendah sehingga konsumen dimudahkan melakukan pembelian properti dan sisi lain dibantu dengan suku bunga rendah. Jadi DP rendah juga cicilan rendah, itu yang ideal," kata dia di Gedung WTC 1, Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Agar cicilan rumah menjadi lebih rendah, Ferry menuturkan salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memperpanjang amortisasi atau tenor cicilan rumah. Saat ini maksimal, amortisasi di Indonesia berkisar 15 hingga 20 tahun. Idealnya, kata Ferry, jangka cicilan rumah bisa mencapai 30 tahun.