Pasar Turi Kehilangan Pamor, Ini Sederet Kisah Pedagang Bertahan Hidup

Syaiful Islam, Jurnalis
Rabu 05 September 2018 11:54 WIB
Foto: Pedagang Pasar Turi bertahan hidup (Okezone)
Share :

SURABAYA - Pasar Turi Surabaya yang dulu menjadi pusat grosir terbesar di kawasan Jawa Timur, kondisinya kini berubah drastis. Meskipun gedung baru telah dibangun pasca kebakaran pada tahun 2007, tetapi belum mampu memulihkan gairah jual-beli pedagang dan pengunjung.

Konflik seputar pengelolaan Pasar Turi hingga saat ini belum menemui titik terang menjadi salah satu faktor belum bergeliatnya perekonomian di sana. Konflik melibatkan sejumlah pihak terutama antara Pemerintah Kota Surabaya dengan pengembang.

Konflik ini berujung pada belum dikeluarkannya izin operasional Pasar Turi dan revitalisasi pasar terhambat. Hingga kini, tempat penampungan sementara (TPS) belum dibongkarnya sekaligus menjadi salah satu bukti mandegnya revitalisasi.

Kondisi ini mempengaruhi aktivitas pedagang. Pedangan kini berjualan di dalam gedung Pasar Turi Baru, ada pula yang tetap bertahan di TPS.

Pedagang di dalam gedung baru maupun pedagang di TPS sama-sama menghadapi persoalan yakni sepinya pengunjung.

Minimnya pengunjung yang datang memaksa sejumlah pedagang banting stir untuk bisa menafkahi keluarganya. Ada pedagang yang beralih menjadi sopir, adapula yang menganggur.

"Biasanya saya dan ibu yang menjaga stan. Tapi karena semakin sepi, saya jadi sopir dan ibu yang jaga sendiri," terang salah satu pedagang di bidang konveksi, Akbar Maghrobi (28) pada Okezone, Selasa (4/9/2018).

Robi, sapaan akrabnya, memiliki toko di dalam gedung Pasar Turi Baru. Namun, terpaksa dia tinggalkan lantaran sepinya pengunjung sepi. Robi dan istrinya lebih memilih berjualan di TPS dengan harapan dagangannya laris.

"Ternyata sama saja. Di TPS pun juga sepi. Hampir tiap hari itu tidak ada pembeli baru. Yang beli itu tinggal pelanggan lama saja," ungkap warga Pucang Sewu tersebut.

Robi akhirnya memutuskan mencari pekerjaan lain. Dia sempat bekerja di distributor air mineral kemasan demi menutupi kebutuhan keluarga. Namun, itu tidak berlangsung lama. Robi kemudian memilih menjadi sopir di salah satu perusahaan di Pasuruan.

"Berat memang. Harus kuat melek. Saya juga harus pergi-pulang Surabaya-Pasuruan tiap hari. Tapi ya bagaimana lagi, hidup harus tetap berlanjut. Saya berharap ke depan bisa kembali jualan di Pasar Turi. Ia tak mau tahu soal kisruh pasar yang sudah bertahun-tahun," pungkasnya.

Nasib serupa juga dialami Yudia (47). Wanita yang dulu merupakan salah satu pedagang grosir dan eceran itu kini menganggur alias menjadi ibu rumah tangga. Dia tak bisa lagi berharap pada penghasilannya berdagang di stan Pasar Turi. Sementara, membuka usaha di tempat lain dirasa sulit lantaran tak punya cukup modal.

“Mau lamar kerjaan juga bingung kerja apa. Akhirnya ya begini nganggur, paling ngurus rumah tangga. Kepada siapa lagi saya mengeluh Mas. Sekarang gak ada yang perhatikan nasib kami. Sekarang aja lagi butuh uang buat bayar SPP anak tapi belum ada uang," ujar Yudia. (Syaiful Islam)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya