JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyatakan mereka mendapatkan investasi hampir sebesar Rp252 triliun untuk sekitar 19 proyek infrastruktur, selama pelaksanaan pertemuan tahunan Badan Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, di Bali.
Capaian angka investasi yang disepakati pemerintah dan kreditur itu dianggap masif karena diperoleh dalam satu ajang yang sama, kata pengamat.
Namun apa arti dari beragam kesepakatan kerja sama investasi itu? Dapatkan masyarakat merasakan secara langsung hasil modal triliunan rupiah yang akan didapat pemerintah?
"Kalau realiasasi proyek infrastruktur itu bisa cepat, tentu dampaknya bisa segera dirasakan masyarakat luas," kata ekonom dari Universitas Atmajaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, seperti dilansir dari BBC, Rabu (17/10/2018).
Baca Juga: Bos IMF Obral Pujian buat Indonesia Selama Pertemuan di Bali, Apa Saja?
Pembiayaan infrastruktur adalah satu dari empat fokus Indonesia pada pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, sepanjang pekan lalu.
Dalam dua acara berbeda di sela-sela ajang IMF-Bank Dunia, angka investasi yang disepakati mencapai hampir sebesar Rp252 triliun.
Menurut data Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kesepakatan kerja sama investasi antara pemerintah dan swasta tercapai di sejumlah sektor, antara lain migas, pariwisata, dan pertambangan.
Empat sektor lainnya adalah perkebunan, pengembangan tol, energi terbarukan, dan pembangunan bandara.
Prasetyantoko mengatakan, nilai kerja sama investasi itu menunjukkan keuntungan Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan dua lembaga keuangan dunia tersebut.
Jika ajang multilateral tidak digelar di Indonesia, Pras menyebut pemerintah harus mengalokasikan waktu dan anggaran yang lebih banyak untuk mendekati investor, terutama dari luar negeri.
"Pemerintah tidak pernah, dalam satu ajang, mendapat kesepakatan kerja sama sebesar ini. Dalam konteks penggalangan dana, ini sesuatu yang positif."
Baca Juga: Pertemuan IMF-World Bank Sukses, Menko Luhut Goyang Dangdut meski Tak Tahu Lagunya
"Pemerintah dapat limpahan dari acara yang sebenarnya tidak dibuat untuk mencari investasi. Artinya kita mendapatkan efek samping yang positif," ujar Pras saat dihubungi via telepon.
Resiko jalan di tempat
Meski kesepakatan investasi triliunan rupiah telah diteken, bukan berarti seluruh proyek dapat berjalan mulus. Pras menuturkan, rencana pembangunan infrastruktur tetap berpotensi mandek.
"Masalahnya memang adalah tindak lanjut dari kesepakatan itu. Selalu ada resiko, misalnya beberapa proyek ternyata tidak visible atau tidak dapat dijalankan, baik dari sisi investor maupun pelaksana," kata Pras.
Pemerintah dalam tiga tahun terakhir rutin memperbarui daftar proyek strategis nasional, mencoret yang dianggap tak berkembang atau menambah yang dinilai mendesak dan mungkin dituntaskan secara cepat.
Melalui Perpres 56/2018 misalnya, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menghapus 29 proyek strategis.
Beleid itu menyatakan, total nilai dari 223 proyek strategis nasional mencapai Rp4.150 triliun. Sebesar 59% anggaran atau Rp2.449 berasal dari swasta.
Sisanya, sebesar 31% atau Rp1.273 triliun dana proyek ditanggung BUMN atau perusahaan daerah (BUMD). Adapun, pemerintah pusat hanya mengalokasikan 10% anggaran dari APBN.
(Feb)