Pertumbuhan Ekonomi Digital RI Terbesar di Kawasan ASEAN

Koran SINDO, Jurnalis
Minggu 16 Desember 2018 12:05 WIB
Ilustrasi E-Commerce: Reuters
Share :

JAKARTA – Indonesia menjadi negara terbesar dan tercepat dalam pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dalam kurun 2018.

Nilai pasar sektor ini mencapai USD27 miliar (Rp391 triliun) untuk transaksi konsumen online yang meliputi e-commerce, media online, dan perjalanan online. Nilai ekonomi digital pada tahun ini meningkat signifikan dibanding 2015 lalu yang hanya USD8 miliar.

Kedigdayaan ekonomi digital Indonesia ini berdasarkan pada laporan yang dirilis Google Temasek e- Conomy SEA. Faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital tersebut di antaranya didorong Singles’ Day pada 11 November, Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) setiap 12 Desember, dan bulan Ramadan.

Baca Juga: Hadiri Digital Startup 2018, Jokowi Ingin Anak Muda Berkompetisi di Industri 4.0

Kecantikan elektronik dan pakaian menjadi produk favorit konsumen Indonesia dan paling banyak diburu. Riset dari Google tersebut juga memprediksikan perekonomian digital Indonesia tumbuh hingga USD100 miliar pada 2025.

Angka tersebut berasal dari perdagangan online dari marketplace,toko online, brand yang menjual produknya secara online, dan belum termasuk dari layanan perjalanan dan pembelian makanan secara online.

Data yang dirilis Google Temasek e-Conomy SEA juga memberikan perhatian pada besarnya potensi layanan transportasi berbasis online. Dalam laporannya disebutkan bahwa aplikasi transportasi online seperti Grab dan Go-Jek menyumbang transaksi sekitar USD2 miliar sepanjang tahun ini.

Jumlah transaksi tersebut bukan hanya berasal dari sektor transportasi semata, tetapi juga dari layanan lainnya seperti jasa pengiriman dan pesan makanan. Dari sisi investasi, bisnis digital juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemodal.

Berdasarkan catatan Google Temasek e-Conomy SEA, sejak periode 2015 hingga sekarang, total sudah USD24 miliar dana investasi yang mengalir ke berbagai perusahaan rintisan di kawasan Asia Tenggara yang jumlahnya mencapai 2.500 entitas.

Dari puluhan miliar dolar tersebut, sebanyak USD9 miliar di antaranya masuk ke startup unicorn seperti Grab, Go-Jek, Bukalapak, Lazada, Razer, Sea, Traveloka, Tokopedia, VNG. Pakar marketing Yuswohady mengakui tren belanja online pada setahun terakhir ini sangat nyata dan menggeser perbelanjaan offline.

Baca Juga: Persiapan SDM Indonesia Hadapi Ekonomi Digital

Jika 2-3 tahun lalu belanja online menjadi booming, pada tahun ini dampaknya bisa dirasakan dengan ditutupnya beberapa gerai toko offline. “Trennya tidak akan kembali lagi, konsumen akan terus belanja online dan meninggalkan belanja secara konvensional karena semua aspek kehidupan sudah dalam genggaman,” tutur pria yang akrab dipanggil Yuswo itu kepada KORAN SINDO.

Menurut Yuswo, kemudahan kini menjadi faktor penentu masyarakat Indonesia yang mulai beralih ke belanja online. Banyak kelebihan belanja online membuat cara belanja tersebut sudah tak tertandingi lagi.

“Seperti misalnya harga produk lebih murah, penawaran diskon besar, pilihan produk dan penjual juga banyak yang dapat dicari dengan mudahnya. Pindah dari toko satu ke toko lainnya atau pasar online sangat mudah, hanya sekali klik,” terangnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya