JAKARTA - Kemampuan pemerintah dalam pengelolaan fiskal (keuangan negara) menjadi salah satu kunci untuk melanggengkan perannya dalam pembangunan negara.
Sebab dengan semakin besarnya kapasitas fiskal yang dapat dikelola, taring yang dimiliki pemerintah seyogianya juga semakin tajam untuk dapat menuntaskan beragam persoalan pembangunan.
Pada tahun ini tampak beberapa capaian pemerintah dalam kebijakan fiskal yang tergolong membanggakan.
Baca Juga: Mengukur RAPBN 2019 Senilai Rp2.439 Triliun dengan Ekonomi Tumbuh 5,3%
Hingga 30 November lalu, total pendapatan negara sudah mencapai Rp1.662,94 triliun atau 87,77% dari target APBN 2018. Pendapatan terbesar (seperti biasa) diperoleh dari realisasi penerimaan perpajakan yang secara agregat mencapai Rp1.301,48 triliun atau menopang 78,26% dari total pendapatan negara.
Total perpajakan ter sebut baru mencapai sekitar 80,43% dari target APBN 2018 dan kemungkinannya masih akan terus meningkat. Diban dingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, terlihat ada kenaikan penerimaan perpajakan sekitar 15,27%.
Penerimaan perpajakan itu sendiri merupakan gabungan dari penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai. Penerimaan pajak sementara ini terealisasi sekitar Rp1.136 triliun (78,82% dari target) dan tercatat mengalami kenaikan 15,35% dari periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Biayai APBN 2019, Sri Mulyani Terbitkan Utang Dolar AS Rp43,5 Triliun
Jika tidak turut memperhitungkan penerimaan dari tax amnesty 2017, tingkat pertumbuhannya akan mengalami perubahan menjadi 16,77%. Faktor yang mendorong pertumbuhan signifikan tersebut diantaranya berkat kontribusi dari PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan dan Orang Pribadi (OP), serta PPN Impor yang meningkat tinggi.
Keempat komponen pajak tersebut masing-masing tumbuh di atas 20% dengan princian secara berurutan sebesar 27,28%, 22,05%, 20,86%, dan 26,55%. Adapun penerimaan kepabeanan dan cukai untuk sementara ini terealisasi Rp164,82 triliun (84,91% dari target).
Tingkat pertumbuhan secara agregat mencapai 14,7% yang salah satunya disebabkan kenaikan aktivitas perdagangan internasional. Itu semua di antaranya merupakan imbas positif dari program Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT), Penanganan Cukai Berisiko Tinggi (PCBT), serta peningkatan harga komoditas internasional.
Baca Juga: Serahkan DIPA 2019, Presiden Jokowi Minta Jangan Ada Mark Up Anggaran
Kendati demikian kenaikan aktivitas impor masih menjadi buah simalakama bagi kita karena sebagian besar masih diisi kebutuhan bahan baku dan bahan penolong untuk sektor industri manufaktur.
Di satu sisi kenaikan impor barang tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas produksi dan tergambar potensi pen dapatan bagi negara. Namun di sisi yang lain itu akan membebani neraca perdagangan (dan dampaknya terhadap kurs rupiah) serta menggerogoti keman dirian/ketahanan ekonomi kita.
Selain dari penerimaan per pajakan, pos pendapatan yang kinerjanya tak kalah membanggakan adalah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah.