SWISS - World Economic Forum (WEF) 2019 kembali digelar di Davos, Swiss. Banyak isu dibahas dalam pertemuan ini, mulai dari perang dagang AS-China, Brexit hingga perlambatan ekonomi global.
Seperti halnya IMF yang memproyeksikan pertumbuhan global sebesar 3,5% pada 2019 dan 3,6% pada 2020. Prediksi tersebut turun masing-masing 0,2% dan 0,1% dari perkiraan Oktober lalu.
Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Menteri Shinzo Abe masih berjuang untuk mendapatkan kembali PDB Jepang yang mencapai USD4,9 triliun.
Baca Juga: BKPM Yakinkan Investor Tanam Modal di Indonesia
WEF 2019 menjadi salah satu forum terpenting di dunia untuk mengadakan pembicaraan mengenai ekonomi.
Turut hadir beberapa partisipan dari berbagai negara di seluruh dunia. WEF berlangsung selama lima hari untuk mendiskusikan sejumlah isu mendesak terkait tantangan global.
Dalam laporan WEF, negara China disebut-sebut dalam WEF menjadi negara yang rentan terjerumus oleh permasalahan seperti utang dan dalam pembuatan kebijakan yang tidak dapat diatasi.
Baca Juga: Menperin Bakal Temui Apple hingga Coca-Cola di WEF 2019
Berikut negara yang menjadi sorotan perihal terhadap permasalahan melalui laporan WEF di Davos, Swiss, yang dilansir dari Forbes, Rabu (23/1/2019):
China
China saat ini tengah gencatan perang dagang dengan AS. Perang dagang tersebut menimbulkan jatuhnya perekonomian yang kian besar. Bahkan, hal ini bisa lebih parah dengan krisis global 2008-2009.
Apalagi pertumbuhan ekonomi China 2018 hanya 6,6%. Ini terendah dalam 28 tahun.
Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) naik menjadi USD13,6 triliun dari USD12,2 triliun pada tahun 2017, sehingga pemerintah Xi Jinping masih bisa bersaing dengan ekonomi Australia.
Korea Selatan
Semenjak masa kepemerintahan Moon Jae In, perekonomian Korsel kembali tidak kompetitif. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Korsel juga melambat.
Saat pertumbuhan melambat, Moon sedang mempertimbangkan untuk mengurangi kenaikan upah minimum 10,9% tahun ini.
Alih-alih mengekang perilaku monopolistik pengusaha besar, Moon beralih ke mereka untuk meningkatkan PDB. Saat pengusaha menyedot ekonomi, booming perusahaan baru dimulai.
Begitu juga langkah-langkah untuk mengurangi angka penggangguran 8,6% pengangguran kaum muda, memotong utang rumah tangga dan membuang preferensi Seoul seperti stimulus daripada perubahan struktural.