JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, sejumlah potensi ekonomi Indonesia di sepanjang 2019. Hal ini membuat Indonesia layak dinilai sebagai ladang investasi yang memikat di tengah gejolak ekonomi dunia.
Dia menjelaskan, gejolak ekonomi dunia memang akan terus berlanjut di tahun ini, meski tekanannya dinilai tak sebesar tahun lalu. Imbas gejolak ekonomi global pun mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi 2,3% di 2019 dari tahun sebelumnya 2,9%, bahkan diperkirakan mencapai 2,0% di tahun 2020.
"Ekonomi China juga diperkirakan mengalami perlambatan dari 6,6% ke 6,4% di 2019, dan di 2020 mencapai 6,3%," katanya dalam acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2019 di Hotel Fairmont, Rabu (30/1/2019).
Baca Juga: Sri Mulyani Pamer Ketangguhan Ekonomi Indonesia di Hadapan Investor
Dia menyatakan, di tengah gejolak ekonomi dunia, ekonomi Indonesia tetap mampu tumbuh di kisaran 5%. Tahun 2019, diprediksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,0%-5,4%, lebih optimis dari proyeksi di 2018 yang sebesar 5,1%-5,2%.
Menurutnya, ekonomi nasional masih akan tetap ditopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal itu terlihat dari, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di 2018 diperkirakan sebesar 5,2%, menandakan daya beli domestik masih baik.
"Dengan ini melihat permintaan domestik itu cukup baik," katanya.
Selain itu, investasi sepanjang tahun ini juga diperkirakan tumbuh 6,5%-6,9%. Meski diakuinya pertumbuhan investasi harus lebih tinggi untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, inflasi diperkirakan akan terus terjaga di bawah sasaran 3,5%. Sepanjang tahun lalu, inflasi Indonesia terjaga di 3,13%. Selain itu, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) diperkirakan membaik di 2019 menjadi 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kondisi nilai tukar Rupiah juga diperkirakan kian membaik di tahun ini, sebab Bank Sentral Amerika Serikat (AS) diproyeksi menaikkan suku bunga acuan sebanyak 2 kali. Lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 4 kali.
Tahun lalu kurs Rupiah memang terdepresiasi hingga menembus level Rp15.000 per USD. Kendati kondisi ini kian mengalami perbaikan, ditandai dengan penguatan Rupiah hingga awal tahun ini di level Rp14.000-an per USD.
"Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral dan Pemerintah membuat Rupiah terus menguat dan kembali ke level Rp14.000-an per USD. Tahun lalu Rupiah terdepresiasi 5,85% dan tahun ini terapresiasi," katanya.
Perry memastikan, BI bersama Pemerintah dan Otritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus berkoordinasi untuk menjaga stabilitas perekonomian di Tanah Air. Oleh sebab itu, investor tak perlu mengkhawatirkan kondisi perekonomian domestik.
"Pertumbuhan yang meningkat dan stabilitas yang akan tetap utuh. Selain itu, juga sinergi BI, Pemerintah dan OJK, kami sangat kuat dengan sinergi kami untuk memastikan proses ekonomi," jelasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)