JAKARTA – Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat 635 perusahaan pinjaman online yang tidak terdaftar. Dari 635 perusahaan fintech itu, sebanyak 231 di antaranya sudah ditutup izinnya oleh OJK.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing meminta masyarakat agar tidak melakukan pinjaman terhadap fintech peer-to-peer (P2P) lending tanpa terdaftar atau izin OJK. Hal ini menurutnya semata- mata agar tidak dirugikan oleh ulah fintech P2P lending ilegal tersebut. ”Saat ini banyak entitas fintech peer-to-peer lending yang melakukan kegiatan melalui aplikasi terdapat di appstore atau playstore , bahkan juga di sosial media yang tidak terdaftar dan tidak berizin dari OJK sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK. 01/2016 sehingga berpotensi merugikan masyarakat,” ujar Tongam di Jakarta, kemarin.
Baca Juga: OJK: Bunga Pinjaman Online Legal Mengacu Standar Internasional
Dia mengatakan, sebenar - nya manfaat fintech peer-topeer lending bisa mendorong perekonomian serta membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun, adanya fintech-fintech ilegal itu justru bukan untuk menyejahterakan rakyat terlebih dengan bunga mencekik melainkan untuk mencari keuntungan semata. Karena itu, Satgas Waspada Investasi telah melakukan upaya pencegahan dan penanganan sangat tegas terhadap fintech peer-to-peer lending ilegal di antaranya mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika serta memutus akses keuangan dari fintech peer-to-peer lending ilegal.
”Kami menyampaikan imbauan perbankan untuk menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi pada OJK untuk rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan fintech peer-to-peer lending ilegal,” kata Tongam. Selain itu, dia meminta Bank Indonesia (BI) melarang fintech Payment System memfasilitasi fintech peer-to-peer lending ilegal. Kemudian juga menyampaikan laporan informasi pada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum serta meningkatkan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk penanganan fintech peer-to-peer lending ilegal. ”Kami itu mendorong fintech agar beroperasi legal dan kepada masyarakat, OJK terus edukasi dan sosialisasi secara berkelanjutan untuk menggunakan fintech legal,” kata dia.
Adapun hingga Februari 2019 sudah ada 99 perusahaan fintech peer to peer lending yang terdaftar dan berizin OJK. Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology OJK Hendrikus Passagi menambahkan, khusus untuk perusahaan berizin dan terdaftar di OJK, berbagai ketentuan sudah dikeluarkan OJK dan AFPI untuk melindungi konsumen peminjam dan pemberi pinjaman. Seperti diatur dalam POJK 77, OJK mewajibkan penyelenggara/ platform fintech lending untuk mengedepankan keterbukaan informasi terhadap calon pemberi pinjaman dan peminjamnya agar bisa menilai tingkat risiko peminjam dan menentukan tingkat bunga.