Josua memaparkan, meskipun tren menurun dan masih da lam range terkendali 20-40%, produktivitas penarikan ULN juga perlu ditingkatkan khususnya dalam mendorong kinerja ekspor sedemikian sehingga rasio DSR tier1 terus pada tren menurun. Namun, kata dia, hal perlu diwaspadai adalah ULN swasta yang berpotensi jatuh tempo pada tahun ini mencapai sekitar USD59,4 miliar karena didominasi swasta, yakni sebesar USD46,3 miliar. Dari total USD46,3 miliar ULN swasta yang jatuh tempo tahun ini, korporasi non keuangan mencapai USD21,2 miliar dan perbankan mencapai USD20,6 miliar.
“Kondisi likuiditas perbankan perlu dikelola dengan baik sedemikian sehingga tidak terjadi crowding out effect dari investasi pada tahun ini,” ungkapnya. Dilihat dari sisi produktivitasnya, mengingat sebagian besar penarikan ULN swasta di tujukan untuk ekspansi bisnis dan kegiatan investasi, maka tingkat produktivitas cenderung optimal sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi ULN pemerintah pada akhir kuartal IV/2018 tercatat USD183,2 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menuturkan, peningkatan itu terutama karena kenaikan arus masuk dana investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik sejalan dengan perekonomian domestik yang kondusif dan imbal hasil tetap menarik serta ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda. Selain itu, peningkatan tersebut juga dipengaruhi penerbitan SBN valuta asing dalam pre-funding fiskal tahun 2019.
“Secara tahunan, ULN pemerintah pada akhir kuartal IV/ 2018 tumbuh 3,3% (yoy),” ungkap Agusman. Ke depan, BI dan pemerintah terus berkoordinasi memantau perkembangan ULN dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan dengan meminimalisasi risiko yang bisa mempengaruhi stabilitas perekonomian.
(Kunthi Fahmar Sandy)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)