JAKARTA – Tren kenaikan utang luar negeri (ULN) Indonesia diprediksi akan terus berlanjut sepanjang tahun 2019. Hal itu karena adanya preferensi investor dan kreditur global masuk ke pasar negara berkembang di tengah ekonomi negara maju sedang lesu dan The Fed menahan sinyal kenaikan bunga acuan. “Imbal hasil utang luar negeri Indonesia khususnya korporasi relatif tinggi dalam denominasi rupiah berkisar 9- 10%,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira saat dihubungi di Jakarta, kemarin. Adapun sampai akhir tahun penerbitan ULN swasta dan pemerintah masih diminati asing.
Menurut dia, momentum ini dimanfaatkan untuk menerbitkan utang secara terus menerus oleh pemerintah. Adapun soal kesehatan utang salah satunya bisa dilihat dari rasio debt to services (DSR) yang rata-rata masih berada di atas 24% menunjukkan kinerja utang luar negeri belum berkorelasi signifikan terhadap penerimaan valuta asing (valas) terutama dari ekspor. Bhima mengungkapkan, efek perang dagang, rebalancing di China, dan rendahnya har ga komoditas perkebunan, menjadi kendala ekspor tahun ini. Jika kinerja ekspor sulit diandalkan, dikhawatirkan DSR akan membengkak dan menunjukkan tanda-tanda utang kurang produktif.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Akhir 2018 Naik Jadi Rp5.275 Triliun
Hingga Desember 2018 posisi utang luar negeri Indonesia mencapai USD376,8 miliar setara dengan Rp5.329 triliun (asumsi kurs Rp14.143 per dolar AS) atau meningkat sebesar USD24,4 miliar dibandingkan pada Desember 2017. ULN Indonesia ini terdiri dari ULN swasta sebesar USD190,6 miliar (50,6% dari total) dan ULN pemerintah dan Bank Indonesia sebesar USD186,2 miliar. Dilihat dari sisi pertumbuhannya, ULN swasta tercatat meningkat 10,9% dibandingkan periode sama tahun lalu atau year on year (yoy) cenderung lebih cepat dibandingkan ULN pemerintah tercatat 3,3% yoy. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan, hal itu didorong oleh peningkatan ekonomi domestik sehingga mendorong kebutuhan pembiayaan investasi dan ekspansi bisnis di beberapa sektor ekonomi domestik yang pada akhirnya mendorong peningkatan pertumbuhan ULN swasta khususnya korporasi non lembaga keuangan.
Secara umum, kondisi pengelolaan ULN swasta pun relatif prudent, mengingat Bank Indonesia juga sudah mewajibkan korporasi melakukan transaksi hedging dalam memitigasi currency risk dari kenaikan ULN. Tingkat rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) juga relatif prudent, yakni sekitar 36,2%, cenderung hampir sama dengan rasio ULN negara lain di kawasan. Sementara itu, debt service ratio (DSR) tier 1 juga cenderung menurun trennya dari akhir tahun 2017 tercatat 25,5% menjadi 24,1% pada akhir tahun 2018. Hal tersebut mengindikasikan bahwa rasio pembayaran pokok dan bunga utang jangka panjang serta pembayaran bunga utang jangka pendek terhadap ekspor cenderung menurun.