JAKARTA - Warga asing untuk membeli properti di Indonesia makin meningkat, kesimpulan tersebut didapatkan berdasarkan jumlah orang yang mencari properti.
Total penyerapan ruang sewa perkantoran di Jakarta pada kuartal I-2019 tetap berjalan positif. Penyerapan ruang pada medio ini mencapai 97.500 m2 yang didominasi perusahaan berbasis teknologi, e-commerce, dan coworking space.
Lembaga konsultan properti global, Jones Lang LaSalle (JLL), dalam laporannya bertajuk Jakarta Property Market Update First Quarter 2019 merilis laporan hasil riset mengenai tingkat keterisian ruang perkantoran kuartal I di Jakarta.
Baca Juga: Harga Sewa Perkantoran di TB Simatupang Turun 1% pada Kuartal III
Meski tidak mencapai 80%, okupansi ruang perkantoran di kawasan central business district (CBD) ini masih terbilang positif.
“Tingkat keterisiannya hanya sekitar 76%. Namun, total penyerapan gedung perkantoran di kawasan CBD Jakarta pada kuartal I/2019 masih cukup baik dengan total mencapai 97.500 m2,” ujar Head of Research JLL Indonesia James Taylor.
James mengungkapkan, perusahaan teknologi dan e-commerce menjadi penyerap utama yang dominan dari angka tersebut. Selain itu, banyak operator coworking space yang memperluas jangkauan, juga berperan pada penyerapan gedung perkantoran di kawasan CBD maupun non-CBD di Jakarta.
“Hingga awal 2019, total penyerapan ruang sewa perkantoran tetap positif. Sebanyak 50% di antaranya dilakukan perusahaan berbasis teknologi dan coworking space ,” ucapnya.
Tetapi nyatanya, penyerapan itu juga harus menghadapi pertumbuhan perkantoran baru di wilayah CBD Jakarta, dengan tiga gedung baru yang mulai beroperasi pada kuartal I/2019 tersebut.
Ketiga gedung itu antara lain Pakuwon Tower di kawasan Casablanca, Millenium Centennial Center di kawasan Sudirman, serta Sequis Tower di kawasan SCBD. “Secara total, pertambahan ruang perkantoran di gedung-gedung perkantoran baru tersebut menjadi 248.000 m2, di mana total stok ruang perkantoran di CBD Jakarta saat ini mencapai 6,4 juta m2,” ujar James.
Baca Juga: Harga Sewa Kantor di Pusat Bisnis Jakarta Turun, Minat?
Hal yang juga menjadi perhatian James antara lain adanya penurunan sekitar 1,1% pada penyewaan ruang kantor grade A dengan rate saat ini yang berkisar di level Rp277.326 per meter.
Karena itu, meskipun penyerapannya hampir mencapai 80%, bertambahnya ketersediaan ruang perkantoran baru itu membuat aspek okupansi pun masih mengalami tekanan, khususnya di wilayah CBD.
“Meski banyak penyerapan, karena banyak suplai, keterisian gedung masih tertekan di wilayah CBD. Mungkin stabilisasi pada 2020,” tambahnya. Dalam kesempatan yang sama, Angela Wibawa, Head of Markets JLL Indonesia, menambahkan, hingga saat ini penyerapan ruang perkantoran sewa dari sektor coworking di kawasan CBD sudah mencapai 40.000 m2.
“Penyerapan ini didominasi operator lokal,” katanya. Di sisi lain, lanjut James, untuk perkantoran di wilayah non-CBD, tingkat okupansi berada di level 78%, di mana penyerapan ruang perkantoran di kawasan itu mencapai 39.000 m2 untuk kuartal I/2019.
Sementara untuk harga sewa gedung kantor berada pada posisi Rp115.442 per m2. “Kami juga mencatat adanya penurunan 0,4% pada tingkat penyewaan ruang kantor di kawasan TB Simatupang.
Jadi, total stok ruang perkantoran non-CBD di Jakarta saat ini mencapai 2,8 juta m2 karena ada tambahan baru seluas 28.900 m2,” ujarnya. Sementara itu, sejumlah pihak memprediksi industri properti, khususnya penyewaan kantor, masih akan lesu.
Pasalnya, saat ini demand yang ada tidak sebanding dengan supply di pasar. Pengamat melihat hal ini masih menjadi tantangan pada tahun ini. Panangian Simanungkalit, pengamat properti dari Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), mengemukakan, harga sewa kantor juga akan jatuh akibat kondisi oversupply.
Apalagi, tahun ini secara makroekonomi belum banyak perusahaan yang akan melakukan investasi secara besarbesaran. “Kondisi perkantoran lebih buruk karena harga kantor bisa turun 20% sewanya, itu bukti bahwa kondisinya lebih buruk,” ujarnya.
Selain itu, adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta adanya rencana The Fed meningkatkan suku bunga akan membuat guncangan terhadap stabilitas ekonomi.
Selain itu, defisit transaksi berjalan dan lainnya akan menyebabkan faktor permintaan terhadap perkantoran masih stagnan. Anton Sitorus, Head of Research Savills Indonesia, menyampaikan bahwa situasi penyewaan kantor pada tahun ini tidak akan berbeda dibandingkan tahun lalu.
Dia memprediksi, kondisi properti, baik untuk perkantoran, komersial, maupun residensial, tahun ini sama saja dengan tahun lalu. “Kalau untuk perkantoran itu over - supply karena pasar lagi berlimpah karena banyak gedung baru, tetapi setelah jadi malah tidak terisi,” katanya.
Dari hasil riset Savills Indonesia, sepanjang 2019 diprediksi pasokan ruang perkantoran baru di kawasan pusat bisnis Jakarta bakal mencapai 600.000 m2. Jumlah tersebut berkontribusi sekitar 45% dari perkiraan pasokan ruang perkantoran baru yang akan masuk hingga 2021.
Perkantoran grade A mendominasi pasokan hingga mencapai 47%. Posisi berikutnya grade premium 41% dan grade B 12%. Adapun dari sisi sebaran, kawasan Sudirman mendominasi hingga mencapai 49%, diikuti Rasuna Said 30%, Thamrin 12%, dan Gatot Subroto 9%. Anton memperkirakan, dengan pasokan demikian banyak, harga sewa pada 2019 diprediksi turun sekitar 5%. (Rendra Hanggara)
(Dani Jumadil Akhir)