JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi (Rakor) di kantornya. Rapat tersebut membahas tentang neraca perdagangan Indonesia yang saat ini masih mengalami defisit USD2,5 miliar pada April 2019.
Dalam rapat koordinasi tersebut turut hadir sejumlah pejabat dan stakeholder. Seperti Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti hingga perwakilan dari PT Pertamina (Persero).
Saat ditemui usai Rakor, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pada rapat kali ini memang mencari cara bagaimana menekan angka defisit neraca perdagangan. Di mana memang yang menjadi salah satu penyumbang terbesar dari defisit sendiri adalah impor migas.
Sebagai gambaran, impor migas naik sekitar 46,9% pada April 2019, sementara ekspor migasnya mengalam penurunan sekitar 34%.
"Tanya Pak Darmin saja (caranya).Pada Bulan April ada kenaikan volume impor iya dari sisi bbm tapi tidak dengan crude," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Baca Juga: Neraca Perdagangan Defisit USD2,5 Miliar, Menko Darmin: Sangat Lebar
Arcandra menambahkan, nantinya, pemerintah akan terus menekan angka impor solar. Sebagai gantinya, pemerintah tidak akan menggunakan solar hasil produksi dari PT Pertamina (Persero)
"Tidak sampai bulan ini. Gunakan produksi kilang Pertamina semua untuk menggunakan dalam negeri. Jadi impor solarnya makin lama makin kecil," jelasnya
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada April 2019 mengalami defisit USD2,5 miliar. Defisit ini menjadi yang terbesar selama BPS merilis data neraca perdagangan. Laju ekspor Indonesia mencapai USD12,60 miliar atau turun 10,8% dibandingkan Maret 2019, sedangkan impor sebesar USD15,10 miliar atau naik 12,25% dibanding Maret 2019.
Adapun nilai impor migas tercatat meningkat pada April 2019 dengan nilai mencapai US2,24 miliar. Realisasi tersebut meningkat 46,99% dari impor pada Maret yang mencapai USD1,52 miliar.
(Rani Hardjanti)