Salah satu alasan tingginya pengangguran pemuda di berbagai penjuru dunia adalah semakin tidak sesuainya antara suplai dan permintaan untuk skill. Di banyak negara Afrika, ada kelebihan suplai lulusan ilmu sosial dan bisnis, tapi kekurangan suplai lulusan teknik, sains, dan teknisi. Kurangnya skill itu di dalam negeri membuat sejumlah negara tergantung pada buruh asing untuk mengisi permintaan tenaga kerja dengan skill teknik.
Pendidikan kejuruan menghasilkan transisi lebih cepat ke tempat kerja. Sejumlah negara telah memiliki target itu dalam kurikulum pendidikan kejuruannya seperti Jerman, Swiss, Austria, Belanda. Empat negara itu berhasil menjaga tingkat pengangguran pemuda tetap rendah dengan pendidikan kejuruan yang berorientasi kerja.
“Di Jerman, sebanyak 80% tenaga kerja memiliki pelatihan skill resmi. Adapun di India, hanya 2,3% tenaga kerja yang memiliki pelatihan skill resmi. Kondisi itu menunjukkan tantangan yang dihadapi India karena kekurangan jumlah tenaga kerja dengan skill kejuruan,” papar laporan yang dirilis grup City and Guilds itu.
Di Amerika Serikat, pemerintah menggelar National Apprenticeship Week yang bertujuan meningkatkan citra pelatihan kejuruan. Saat ini ada sekitar 410.000 pelajar kejuruan di AS, kurang dari setengah di Inggris. Di Inggris, citra pendidikan kejuruan semakin baik sehingga peminatnya sangat banyak. Inggris menargetkan memiliki 3 juta pelajar kejuruan dengan sejumlah skill yang bermanfaat bagi ekonomi Inggris dalam jangka panjang, termasuk memangkas pengangguran dan mendorong produktivitas.
Austria menjadi negara terbagus di Eropa yang mendorong pemuda menempuh pendidikan kejuruan. Studi menunjukkan langkah ini menjadi kunci mengurangi pengangguran pemuda di Austria.
Austria dan Jerman yang sangat tinggi jumlah siswa kejuruannya memiliki angka pengangguran terendah untuk pemuda berumur di bawah 25 tahun. Ini menunjukkan program pendidikan kejuruan di negara itu telah sukses.
“Di berbagai penjuru dunia, pemerintah dan bisnis sadar tentang pentingnya pendidikan kejuruan sesuai lapangan kerja. Meski demikian ada stigma lama yang menolak pendidikan kejuruan. Untuk menjadi kompetitif di masa depan, pemerintah perlu berpikir tentang strategi pendidikan mereka dalam konteks gambar lebih besar. Mereka perlu berpikir tentang ke mana ekonomi mereka bergerak dan siapa yang mereka perlukan untuk membantu ke sana dan bagaimana memenuhi kebutuhan masa depan dengan suplai tenaga kerja sekarang,” ungkap Chief Executive City and Guilds Group Chris Jones. (Neneng Zubaidah/Syarifuddin/Oktiani Endarwati/Ichsan Amin/Suharjono)
(Dani Jumadil Akhir)