“Pemerintah lebih memperketat pengiriman TKI ke negara-negara di kawasan Timur Tengah. Kalaupun ada, hanya perpanjangan masa kerja saja bukan penambahan tenaga kerja baru. Ini tentunya berdampak bagi seluruh pemain pada bisnis remitansi,” paparnya.
Saudi Arabia, sebut Abdussyukur, merupakan salah satu negara dengan market terbesar bagi Indonesia. Dibandingkan 5 tahun lalu, jumlah TKI ke Saudi Arabia saat ini terus berkurang seiring kebijakan moratorium tenaga kerja asing yang diberlakukan.
“Mungkin ke depan apabila pemerintah mencabut kebijakan moratorium tersebut pasti dampaknya akan semakin baik bagi bisnis remitansi. Namun di luar itu pemerintah tentunya telah memikirkan yang terbaik dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga migran Indonesia,” ujar Abdussyukur.
Seperti diketahui pada 2015 silam, pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakiri telah menerbitkan kebijakan moratorium penempatan pekerja migran atau tenaga kerja Indonesia sektor informal (pembantu rumah tangga) ke seluruh negara kawasan Timur Tengah. Hal ini dilakukan pemerintah dalam rangka melindungi dan memperbaiki tata kelola perlindungan pekerja migran Indonesia dari berbagai risiko di negara tujuan.
Latar belakang moratorium bagi pemerintah adalah karena belum adanya regulasi mengenai perlindungan pekerja migran di negara penempatan. Negara di kawasan Timur Tengah belum memiliki mekanisme penyelesaian masalah pekerja migran. Pemerintah Indonesia belum melihat adanya komitmen kuat dari pemerintah negara–negara di Timur Tengah dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran. Hal ini tentunya merujuk pada tingginya kasus yang menimpa pekerja Indonesia di kawasan tersebut.