JAKARTA - PT PLN (Persero) kembali menerbitkan surat utang berdenominasi asing (global bond) senilai USD1,4 miliar atau setara Rp19,52 triliun (Rp13.944 per dolar AS) dengan harga lebih rendah dari yield di secondary market. Surat utang tersebut untuk mendanai kebutuhan investasi program kelistrikan 35.000 megawatt (MW).
“Global bond tersebut diterbitkan dengan tingkat bunga terendah sepanjang sejarah penerbitan obligasi dolar Amerika Serikat (AS), baik oleh PLN maupun dari BUMN manapun di Indonesia dengan tenor 10 dan 30 tahun. Dual-trance dolar AS global bond masing-masing sebesar USD700 juta diterbitkan dengan tingkat bunga 3,875% untuk tenor 10 tahun dan 4,875% untuk tenor 30 tahun,” ujar Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, keberhasilan PLN menerbitkan global bond tersebut meyakinkan potensial investor melalui serangkaian road show ke beberapa negara, yaitu Hong Kong, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat sejak 4 Juli 2019.
Baca Juga: Perkuat Sistem Kelistrikan Jawa-Bali, PLN Operasikan PLTA Rajamandala
Pada kesempatan kali ini PLN juga didukung tiga lembaga pemeringkatan internasional, yaitu Moodyís, S&P, dan Fitch Ratings, karena masing-masing memberikan penilaian kualitas kredit obligasi PLN dengan tingkat rating BAA2, BBB, dan BBB.
“Investment grade credit rating global bond PLN dari ketiga lembaga independen internasional tersebut adalah pada level setara dengancredit rating sovereign pemerintah Indonesia,” kata dia.
Sarwono menjelaskan, global bond PLN kali ini menjadi rebutan potensial investor dan kelebihan permintaan (oversubscribe ) lebih dari 4,42 kali. Hal itu lantaran PLN mampu membaca kondisi terbaik di pasar modal internasional dan mengambil langkah cepat serta tepat.
“PLN berhasil memanfaatkan momentum pasar sehingga global bond PLN kali ini tidak hanya mengalami kelebihan permintaan, akan tetapi juga mendapatkan tingkat bunga sangat kompetitif,” ungkapnya.
Baca Juga: Tinggalkan Pembangkit Diesel, PLN Genjot Energi Terbarukan
PLN melakukan proses book building pada 10 Juli 2019 mulai dari pagi hari waktu pasar Asia dibuka dan harga final ditentukan pada hari yang sama.
Pada proses book building, katanya, PLN mendapatkan permintaan order dari 118 institusi investor untuk obligasi tenor 10 tahun dan 131 institusi investor untuk obligasi tenor 30 tahun karena permintaan sebagian besar berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.
“Mayoritas jenis investor tersebut adalah asset manager, asuransi, dana pensiun dan perbankan inter nasional,” kata dia.
Adapun proses settlement obligasi tersebut diharapkan akan terjadi pada 17 Juli 2019 dan terdaftar pada Singapore Stock Exchange (SGX). Dalam mencapai kesuksesan transaksi obligasi internasional kali ini, PLN dibantu beberapa institusi keuangan dan perbankan internasional ternama.
Keberhasilan penerbitan global bond dengan tingkat suku bunga sangat kompetitif tersebut, ujarnya, juga menjadi pertanda semakin baiknya kepercayaan investor global terhadap PLN dan Pemerintah Indonesia. Dengan begitu, PLN dapat memperoleh tambahan dana dalam menjalankan penugasan pemerintah untuk membangun tambahan kapasitas pembangkit, transmisi, dan distribusi terkait dengan program 35.000 MW.
“Itu sesuai dengan tujuan utama PLN, yakni menyediakan kebutuhan listrik untuk masyarakat Indonesia dengan harga terjangkau dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta pemerataan kesejahteraan masyarakat di selu ruh pelosok nusantara,” tutur Sarwono.
Gunakan Teknologi SUCP
Sementara itu, PT PLN (Persero) menerapkan teknologi berbasis super ultra critical represitator (SUCP) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikembangkannya. Teknologi tersebut meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan karena PLTU masih menggunakan batu bara.
“Sehingga debu yang keluar ditangkap dan dapat dien dap kan sehingga dapat dicegah penyebarannya,” ujar Executive Vice President (EVP) Corporate Communication PLN I Made Suprateka dalam keterangan tertulisnya.
Dengan teknologi tersebut, tidak ada lagi sebaran debu karena volumenya sangat minim (hanya 2%) dari pembakaran batu bara dari operasional PLTU.
“Teknologi itu tidak hanya ada di pembangkit kami, tapi juga pembangkit yang dikembangkan oleh IPP,” ungkapnya.
(Feby Novalius)