Rosan mengungkapkan kepuasannya karena Indonesia termasuk berada di garda depan inisiatif penerapan teknologi blockchain di kawasan Asia Tenggara. Beberapa contoh yang bisa disebutkan, antara lain Bank Indonesia yang telah meluncurkan mata uang digital sendiri yang berbasis teknologi blockchain. Langkah tersebut lantas diikuti oleh industri perbankan Tanah Air, seperti BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank Danamon, dan Bank Permata.
Rosan melanjutkan, menurut data Bank Dunia, Indonesia berada di posisi ke-14 dunia dalam penerimaan remitansi dari TKI. Peningkatan transfer dana dari TKI yang bekerja di luar negeri terjadi berkat hadirnya sistem blockchain. Peran pengantara (intermediary) dihilangkan. Karena itu blockchain dipandang menghadirkan transfer yang lebih efisien dan bebas biaya tambahan.
Melihat skala ekonomi nasional yang besar serta potensi penerapan blockchain yang lintas sektoral, Rosan mengaku optimis pengembangan teknologi ini dapat mendukung posisi Indonesia sebagai sentra teknologi (technology hub) regional.
"Indonesia terhitung relatif di tahap awal pengembangan blockchain. Tapi peluang yang tersedia sangat terbuka, walaupun masih ada sejumlah tantangan yang signifikan. Untuk itulah Kadin berinisiatif menghadirkan Blockchain Center of Excellence and Education (BCEE) sebagai wadah yang bertujuan memfasilitasi pengembangan teknologi ini di berbagai sektor usaha," ujar Rosan.