JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sepakat dengan adanya kenaikan iuran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, besaran kenaikan iuran yang diusulkan sudah memperhitungkan kemampuan membayar masyarakat.
Baca Juga: Dirut Ungkap Borok Defisit BPJS Kesehatan
Kemenkeu mengusulkan perserta kelas I menjadi Rp160.000 dari Rp80.000 per bulan, kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Serta kelas III naik menjadi Rp42.000 dari sebelumnya Rp25.500 per bulan.
"Kenaikan iuran kelas III dari Rp25.500 menjadi 42.000 telah mempertimbangkan ability to pay (kemampuan membayar) masyarakat. Dengan demikian, diharapkan kenaikan tidak akan terlalu membebani masyarakat," ujarnya dalam rapat kerja besama Komisi IX dan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Baca Juga: Jika Iuran Tak Naik, Defisit BPJS Kesehatan Akan Melebar ke Rp77,9 Triliun
Meski demikian, kenaikan iuran itu harus diiringi dengan perbaikan layanan fasilitas kesehatan (faskes) BPJS Kesehatan. Hal itu bisa merujuk pada temuan dan rekomendasi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selain itu, keaktifan dalam membayar iuran terutama bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) juga harus meningkat. Sebab, menurut Mardiasmo, dengan keaktifan PBPU yang lebih tinggi dapat memperbaiki risk pooling BPJS Kesehatan, ditandai dengan semakin banyaknya peserta dengan risiko kesehatan lebih rendah.
"BPJS harus berupaya lebih keras meningkatkan keaktifan PBPU pada akhir tahun 2016 yang baru mencapai 53,72%," ujarnya.
Dia juga menegaskan, kenaikan iuran ini harus dibarengi dngan sosialiasasi yang baik kepada masyarakat. Pasalnya kenaikan iuran ini sangat erat dengan keberlangsungan BPJS Kesehatan ke depannya.
"Dengan kenaikan iuran ini, diharapkan BPJS Kesehatan tidak lagi menghadapi persoalan cash flow sehingga dapat melakukan pembayaran klaim faskes tepat waktu sehingga faskes dapat meningkatkan layanan dengan baik," kata Mardiasmo.
(Dani Jumadil Akhir)