JAKARTA - Kejadian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang kembali terjadi tahun ini memperkuat perlunya penegakkan hukum tegas untuk korporasi yang telah terbukti melakukan dan membiarkan kebakaran di wilayahnya. Selain itu, perlu ada pengawasan atas tanggung jawab korporasi di lahan terdampak.
"Penegakkan hukum tentu sangat penting, apalagi sudah banyak kasus soal karhutla yang inkracht. Setelah pengenaan sanksi dan denda, harus ada pula pertanggungjawaban dari dampak kegiatan korporasi di lahan tersebut," kata Direktur Wetlands International Indonesia I Nyoman Suryadi Putra, dalam keterangannya, Kamis (26/9/2019).
Baca Juga: Koperasi Disediakan Lahan Melalui Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial
Suryadi menekankan bahwa penegakkan hukum yang tegas menunjukkan bahwa pemerintah serius menangani persoalan karhutla. Hal itu juga harus didorong dengan ketegasan mengawasi kegiatan korporasi supaya nantinya tidak terjadi lagi bencana berulang.
Dia mencontohkan lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan yang dikelola korporasi, biasanya akan meninggalkan kanal-kanal besar untuk menyalurkan air keluar dari lahan gambut. Ini mengancam ekosistem di lahan gambut yang membuatnya menjadi mudah terbakar di musim kemarau, tapi membuat area HTI dan kebun di tanah gambut jadi mudah tenggelam ketika musim berganti.
"Harus ada upaya pengawasan ekstra dari lembaga yang berwenang soal kanal-kanal ini. Saat ini mungkin yang punya wewenang cukup besar ya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pertanian," kata Suryadi.
Khusus untuk lahan gambut, Suryadi juga menilai Badan Restorasi Gambut (BRG) masih terkendala kewenangan pengawasan yang terbatas di lahan non-konsesi dan sebagian konsesi perkebunan. "Koordinasi soal kewenangan ini mungkin perlu dilakukan. Tapi yang paling penting adalah penyamaan visi bagaimana lahan gambut yang rentan ini bisa dikelola dan tidak menjadi biang permasalahan tiap tahun," katanya.
Baca Juga: Teknologi Finansial Akan Jadi Peluang bagi Koperasi
KLHK, khususnya, harus mampu berkoordinasi dengan korporasi pemilik konsesi dan mendapatkan data update tentang luas operasionalnya di lahan gambut. Titik yang gambutnya sudah kritis serta perlu perhatian lebih harusnya segera diberi pengawasan ekstra untuk penanggulangan bencana saat kemarau dan pasca kemarau.