9. Indonesia Membutuhkan Investasi Langsung
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menerangkan salah satu yang diminta adalah jaminan fasilitas pinjaman yang diberikan. Mengingat pendanaan yang berasal dari dalam negeri sangat terbatas sedangkan proyek yang sedang dikerjakan oleh pemerintah sangat banyak.
"Antara lain pembiayaan, karena pembiayaan di dalam negeri terbatas, jadi mau tidak mau kita inginkan, harapan kita, apakah dalam bentuk investasi langsung, dalam bentuk pemberian fasilitas murah jangka panjang, dan kerja sama ekonomi lainnya," jelasnya.
Selain itu Indonesia juga meminta kepastian investasi dari Amerika Serikat. Mengingat Indonesia sangat membutuhkan investasi langsung untuk transfer teknologi dan juga menciptakan lapangan pekerjaan.
"Kita tetap memerlukan dukungan internasional, terutama investasi langsung, itu sangat kita butuhkan," ucapnya.
10. Dikeluarkan dari Negara Berkembang Tak Ganggu GSP
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, keputusan Amerika Serikat (AS) menghapus Indonesia dari daftar negara berkembang tak ganggu fasilitas Generalized System of Preference (GSP) yang diterima Indonesia. Lantaran, keputusan AS itu lebih terkait pada fasilitas Countervailing Duties (CVD).
GSP merupakan fasilitas fiskal pemerintah AS untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara berkembang. Berbeda dengan GSP, CVD merupakan pengenaan bea tambahan terhadap produk impor suatu negara sebagai upaya antidumping. Ada lima komoditas Indonesia yang saat ini dibebaskan CVD, salah satunya karet.
"Jadi sebetulnya enggak terlalu besar sekali pengaruhnya kepada perdagangan kita, dan CVD ini berbeda dengan GSP, jadi dan enggak ada hubungannya dengan berbagai hal yang lain," ungkap Sri Mulyani ditemui di Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (24/2/2020).