BANDUNG - Mewabahnya virus korona atau Covid-19 di China menjadi momentum Indonesia untuk memperkuat sektor manufaktur. Ketergantungan terhadap impor dari China, mesti diubah dengan belajar memproduksi bahan baku dari dalam negeri.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dalam kondisi perekonomian yang tertekan akibat virus korona, Indonesia tidak bisa andalkan ekspor hingga investasi untuk menunjang perekonomian. Pemerintah harus menggali lagi produktivitas dari dalam negeri untuk mendorong perekonomian.
Baca juga: Antisipasi Dampak Virus Korona, OJK Siapkan Kebijakan Stimulus Perekonomian
"Misalnya, kita ada lima fokus sektor industri, makanan dan minuman, otomotif, petrochemical, garmen dan logam. Kalau diberdayakan itu bisa dorong penambahan jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi bisa di atas 5%," tuturnya, dalam diskusi Pelatihan Wartawan Bank Indonesia, di Bandung, Sabtu (29/2/2020).
Menurutnya, kehadiran virus korona menjadi momentum baik untuk pemerintah merefleksikan diri. Kemudian mendorong sektor manufaktur untuk menjadi andalan perekonomian.
Pasalnya, virus korona memberikan dampak besar utamanya pada ekspor di mana ekonomi China sedang melambat dan banyak negara sedang mengantisipasi penyebaran korona. Berdampak juga pada investasi dan paling besar sektor wisata, di mana jumlah kunjungan wisatawan China dan negara lain menurun.
Baca juga: Antisipasi Dampak Korona, Gubernur Jateng Kerahkan Pakar Ekonomi
"Jadi kita harus jadikan ini momentum baik untuk sektor manufaktur bisa diandalkan. Momentum juga untuk memacu kebangkitan sektor manufaktur," tuturnya.
Menurut Josua, asumsi dasar pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi masih berada di level 5% dengan catatan virus korona mereda isunya. Sedangkan untuk kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi diprediksi turun di bawah 5%.
"Asumsi kita, Februari-Maret ini sentimen virus korona masih signifikan. Kemungkinan rebound bila virus korona mereda pada kuartal II sampai IV," tuturnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)