JAKARTA – Perusahaan mulai melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Akibat tergganggunya bisnis karena pandemi virus corona atau Covid-19.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan pada 11 April 2020, jumlah tenaga kerja yang dirumahkan dan terkena PHK mencapai 1,5 juta orang. Angka ini naik dibandingkan dengan data 9 April yang baru sekitar 1,2 juta pekerja.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan, dari jumlah 1,5 juta orang ini, 10% adalah pekerja yang di PHK. Sedangkan 90% nya merupakan para pekreja yang dirumahkan.
"Sudah ada 1,5 jutar orang. 10% nya mereka di PHK, 90%-nya mereka dirumahkan. Artinya itu masih jadi pilihan atau upaya tekahir (para pelaku usaha)," ujarnya di Jakarta, Minggu (12/4/2020).
Baca Juga: Jurus Menaker Tangkal PHK Massal akibat Pandemi Covid-19
Dirinya mmeminta kepada seluruh pengusaha untuk tidak melakukan kebijakan PHK pada karyawannya. Meskipun diakui jika adanya virus corona membuat dunia usaha semakin berat.
Menurut Ida, dalam membuat keputusan para pengusaha tidak boleh gegabah termasuk dalam melakukan PHK pada karyawannya. Di tengah kondisi seperti ini, para pengusaha bisa menyiapkan beberapa alternatif lain untuk para pegawainya.
"Saya terima kasih sekali kepada temen-temen usaha yang sudah melakukan berbagai alternatif mencegah PHK," kata Ida.
Ida menegaskan para pengusahaa bisa melakukan berbagai langkah alternatif untuk menghindari pandemi virus corona ini. Misalnya adalah dengan mengurangi fasilitas upah dan fasilitas pekerja tingkat atas seperti manajer hingga direktur.
Selanjutnya adalah bisa dilakukan pengurangan shift kerja. Kemudian para pengusaha juga bisa membatasi atau menghapuskan kerja lembur.
Para pengusaha juga bisa mengurangi mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja atau bahkan meliburkan atau merumahkan pekerja atau buruh secara bergilir untuk sementara waktu.
Selain itu lanjut Menaker Ida, langkah lainnya yakni tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya dan memberikan pensiun bagi yang telah memenuhi syarat.
"Langkah-langkah alternatif tersebut harus dibahas dahulu dengan SP/SB atau wakil pekerja/buruh yang bersangkutan," kata Ida
(Feby Novalius)