The Economist Intelligence Unit (EIU) minggu ini melaporkan bahwa cadangan minyak mentah meningkat menjadi 504 juta barel. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak tahun 2017, meskipun ada perlambatan produksi. Dan dengan terus berlanjutnya produksi karena sumur-sumur minyak yang tidak dapat ditutup, cadangan minyak tersebut terus melonjak naik.
Anjloknya harga minyak telah menciptakan perkiraan yang suram dan berpotensi menimbulkan konsekuensi politik yang mengerikan di Timur Tengah dan Rusia, yang sudah mengalami kesulitan anggaran dan kini bergantung pada pendapatan bahan bakar fosil, ujar diplomat dan analis politik Barat. Jika harga minyak tidak segera pulih, negara yang kuat sekalipun berisiko mengalami destabilisasi, demikian peringatan yang disampaikan para analis itu.
Anjloknya harga minyak itu terjadi pada saat yang sulit bagi banyak negara di Timur Tengah. Demikian seperti dikutip VOA Indonesia, Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Menurut Julien Barnes-Dacey di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, virus corona “hanya merupakan salah satu krisis dari berbagai krisis lainnya, termasuk ekonomi, politik, konflik."
Dan hal tersebut menambah pertanyaan apakah ini hanya salah satu satu elemen lain yang mendorong kawasan itu menuju ke jurang, khususnya setelah anjloknya harga minyak yang sudah mengguncang keuangan di Arab Saudi dan Irak.
(Dani Jumadil Akhir)