6 Fakta Cukai Naik Bikin Harga Rokok Mahal, Ada yang Rela Kurangi Makan

Giri Hartomo, Jurnalis
Senin 14 Desember 2020 07:29 WIB
Cukai Rokok Naik (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memutuskan untuk menaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5% pada tahun depan. Dengan kenaikan tarif cukai rokok ini mengendalikan konsumen.

"Kita menaikan cukai rokok dalam hal ini 12,5% kenaikannya. Kebijakan ini meningkatkan komitmen kita berbagai aspek dari cukai tembakau ini," ujarnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual.

Sri Mulyani merinci kenaikan cukai rokok ini terdiri dari industri yang memproduksi sigaret putih mesin golongan I 18,4% , sigaret putih mesin golongan II A 16,5% , sigaret putih mesin IIB 18,1% , sigaret kretek mesin golongan I 16,9% , sigaret kretek mesin II A 13,8% , dan sigaret kretek mesin II B 15,4% .

Ada sejumlah fakta menarik dari kenaikan cukai rokok oleh pemerintah ini. Berikut Okezone telah merangkum beberapa fakta menarik pada Senin (14/12/2020).

Baca Juga: Fakta Cukai Rokok Naik, Bikin Galau Kaum Sebat 

1. Pengusaha Tak Setuju

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tak setuju dengan keputusan Kementerian Keuangan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5% pada 2021. Mereka menilai kenaikan itu cukup tinggi dan mencekik para pengusaha.

"Menurut saya ini masih terlalu tinggi," kata Ketua Bidang UKM/IKM Apindo Ronald Walla kepada Okezone.

2. Bagaimana Kesejahteraan Petani Tembakau?

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengapresiasi keputusan pemerintah khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) pada 2021.

Hal ini demi perlindungan ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di dalamnya, penyerapan produksi tembakau yang melibatkan 2,6 juta orang, serta keberlangsungan industri kretek tangan yang padat karya.

"Kami mengapresiasi keputusan pemerintah dengan tidak menaikkan tarif cukai golongan SKT demi melindungi ratusan ribu pekerja," ujar Ketua Departemen Media Center AMTI Hananto Wibisono saat dihubungi, Kamis (10/12/2020).

Kendati demikian, AMTI menyayangkan kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi bagi rokok mesin, yang melampaui inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

3. Lindungi Ratusan Tenaga Kerja

 

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengapresiasi keputusan pemerintah khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) pada 2021.

Hal ini demi perlindungan ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di dalamnya, penyerapan produksi tembakau yang melibatkan 2,6 juta orang, serta keberlangsungan industri kretek tangan yang padat karya.

"Kami mengapresiasi keputusan pemerintah dengan tidak menaikkan tarif cukai golongan SKT demi melindungi ratusan ribu pekerja," ujar Ketua Departemen Media Center AMTI Hananto Wibisono

4. YLKI Sebut Harga Rokok Terlalu Murah

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendukung kenaikan tarif cukai rokok yang lebih tinggi. Kenaikan cukai rokok dinilai akan memberikan perlindungan kepada konsumen.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kenaikan cukai rokok sebesar 12,5% di tahun 2021 sangat positif dan patut diapresiasi. Pasalnya, cukai rokok memang instrumen untuk melindungi masyarakat sebagai perokok aktif dan atau perokok pasif termasuk juga anak-anak.

"Dari sisi kesehatan publik, tentu ini hal yang sangat positif dan karena itu patut diapresiasi," ucap Tulus.

5. Masyarakat Rela Kurangi Makan meski Harga Rokok Mahal

Meskipun tarif cukai dan harga rokok naik, namun tidak semerta-merta mengurangi konsumsi rokok. Karena ada beberapa kelompok masyarakat yang justru lebih rela mengurangi makan dibandingkan tidak merokok.

Sebab yang harus dicatat masyarakat bawah itu lebih baik mengurangi makan minum daripada mengurangi rokok.

Lagi pula, secara historis pemerintah selalu menaikkan cukai rokok dengan tujuan untuk menaikan tarif cukai rokok adalah untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok. Namun dalam realitanya, kenaikan cukai rokok justru tidak bisa mengurangi jumlah perokok.

6. Kerek Penerimaan Negara

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, meskipun mengalami kenaikan, namun kontribusi penerimaan dari cukai rokok tidak terlalu besar. Sebab, diperkirakan kontribusi cukai rokok tidak sampai pada 10% dari keseluruhan penerimaan negara.

Namun menurut Piter, kenaikan ini sangat penting bagi penerimaan negara. Apalagi di tengah pandemi seperti saat ini, di mana penerimaan negara dari sektor perpajakan juga tidak terlalu optimal.

"Enggak banyak , cukai rokok itu tidak dominan dalam struktur penerimaan negara. Saya lupa tapi di bawah 10%. Kecil banget," ucapnya.

(Feby Novalius)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya